—2

Teman lama

Raline menggeret Radine memasuki cafe milik teman pacarnya, lalu segera menempati tempat duduk yang telah di bookingkan untuknya oleh sang pacar. Tempat duduk paling dekat dengan panggung live band. Rencananya nanti sang pacar akan menyumbang lagu di opening cafe ini.

“Ayaaang!” Raline mengangkat tinggi-tinggi tangannya lalu melambai ke arah sang pacar yang berada di kerumunan sebelah ujung cafe bersama teman-temannya. Si pemuda tersenyum lalu membalas lambaian tangannya.

Sementara Radine menundukkan kepalanya malu dengan tingkah sang sahabat, pasalnya mereka kini menjadi pusat perhatian karena teriakan Raline barusan.

“Malu ih Lin!”

“Dih ngapain malu?”

“Lo teriak-teriak, jadi pusat perhatian nih kita.”

“Justru karena kita lagi jadi pusat perhatian, ayo angkat dagu lo. Tunjukkan pada semua orang disini, secantik apa kita biar semua orang iri.” Radine hanya menggelengkan kepalanya, kadangkala ia merasa heran mengapa bisa berteman akrab dengan Raline yang punya kadar percaya diri di atas rata-rata begini.

“Cowok lo yang mana?”

“Tuh yang ngelirik ke gue mulu dari tadi.” Radine mengikuti arah pandang Raline pada gerombolan pria di ujung sana, ada seseorang memang yang matanya terfokus pada mereka. Lebih tepatnya pada Raline.

“Cakep juga ya pak dosen kalo lagi kasual gini.”

“Gue takol pala lo sekali lagi bilang cowok gue cakep!”

“Ahahahaha posesif amat sih buk!”

“Iyalah anjir, jaman sekarang pelakor bisa dari mana-mana. Even orang terdekat sekalipun. Gak peduli selama apa hubungan lo terjalin, perselingkuhan bisa masuk lewat mana aja kalo di kasih cela.” Radine mengangguk setuju dengan penuturan Raline, tidak hanya jaman sekarang bahkan dari 3 tahun lalu Radine telah mengalaminya.

“Eh btw temen cowok gue cakep-cakep loh, mau kenalan gak Rad?” Tiap kali keluar bersama Raline, ia akan selalu mendapat pertanyaan semacam ini, dan akan selalu sama ia jawab dengan senyuman.

“Lo kan udah tau jawabannya.”

“Kali aja berubah, masa masih belum minat punya cowok sih? Kita kenal udah 2 tahun, gue udah ganti cowok 3 kali, dan lo masih aja jomblo.”

“Males pacaran ah, males patah hati lagi, males nyembuhinnya. Gue mau nyari yang serius aja deh.”

“Setuju sih! Gue paling males pacaran itu ya putusnya, apalagi terakhir gue putus tuh di selingkuhin bangsat kurang cantik apa coba gue? Gak bersyukur emang tuh laki! Mana selingkuhan kayak centelan tikus ew gak ada cantik-cantiknya.”

Radine tertawa mendengar curhat colongan Raline. Gadis itu memang sekali berbicara akan panjang sekali bahasannya dan akan melebar kemana-mana.

“Tapi yang sekarang kayaknya gak akan selingkuh sih, liat aja doi dari tadi tatapannya gak berpaling dari lo gitu.”

“Oh jelas udah gue pelet.”

“Sumpah?!”

“Bercanda elah, mau melet lewat dukun mana gue?”

“Kirain, lo soalnya suka gak ketebak.”

“Ya enggaklah Rad, gila aja gue melet anak orang. Tapi tau gak, dia kemarin udah ngajak nikah loh.”

“SUMPAH!?” Radine hampir saja menggebrak meja kalau tangannya tidak di tahan Raline. Tentu saja ia terkejut, sahabatnya yang satu ini tidak pernah mau membahas pernikahan sebelumnya bagaimana bisa sang pacar tiba-tiba mengajaknya menikah?

“Sssstt! Anjir lo kayak mau ngelabrak gue.”

“Maaf,maaf, terus-terus gimana? Lo jawab apa?”

“Gue jujur aja kalo gue belum siap buat nikah dalam waktu dekat, dan dia bilang dia mau nunggu.”

“Lo masih ragu sama pernikahan?”

“Engga Rad, bukan itu. Gue cuma merasa gue belum siap jadi istri buat dia. I mean istri yang bisa berperan sebagai ibu rumah tangga gitu, lo tau sendiri gue gabisa masak, gue gabisa nyuci anjri gue gabisa ngehandle pekerjaan rumah sesimple itu. Gimana bisa gue jadi istrinya?”

“Ya lo coba omongin sama...” Obrolan keduanya terhenti begitu pacar Raline dan si pemilik cafe menghampiri meja mereka.

“Ayang ini kenalin temen aku, Radine yang sering aku ceritain ituloh.” Radine menyambut uluran tangan dari sebelahnya.

“Radine.”

“Harsa.”

“Nah, Rad itu yang di belakang lo yang punya cafe.”

“Ha?” Radine reflek menolehkan kepalanya ke arah belakang, ia begitu terkejut melihat ternyata pemilik cafe ini adalah seseorang yang ia kenal.

“Je ini temen cewek gue, Radine.”

“Udah kenal wkwkwk, temen lama si Radine mah.”

Radine ikut terkekeh bersama Jenoah meski canggung, mereka sedikit berbasa-basi tentang kabar masing-masing sebelum Harsa dan Jenoah pamit ke belakang.

Setelah kepergian keduanya Raline dengan tingkat penasaran yang begitu tinggi langsung menodong serentetan pertanyaan, “Kok lo udah kenal Jenoah? Kenal dimana? Kok gak pernah cerita sih? Temen lama dari kapan? Kok gue gak pernah tau?”

Belum sempat Radine menjawab rasa penasaran Raline, obrolan mereka terintrupsi oleh suara merdu seseorang yang kini bernyanyi di atas panggung.