—Akhir kisah.
Perempuan itu duduk di sofa kamar, memasukan beberapa palaroid ke album foto. Palaroid yang di jepret beberapa hari lalu ketika ia dan keluarganya pergi berlibur. Ia tersenyum, kembali mengingat beberapa moment saat liburan yang begitu membahagiakan.
Lalu netranya menatap ke dinding kamar, tepatnya berada di atas kepala ranjang pada lukisan besar potret pernikahannya.
Begitu saja membuat terbersit satu pertanyaan, iyakah pernikahan ini akan membawa kebahagiaan?
” Ngeliatin apa Ma?” Entah kapan sang suami masuk ke dalam kamar, bahkan kini telah menaruh kepalanya di atas bahu.
Tentu saja dengan pelukan hangatnya. Laki-laki itu sejak menikah suka sekali memeluknya. Katanya bentuk cinta, sekaligus melepaskan segala lelah. Suntikan vitamin kehidupan.
Cih modus.
” Itu,” si istri menunjukkan lukisan dengan menggunakan dagunya.
” Kenapa? Aku ganteng ya disana?” Raline tertawa mendengarnya, lalu menepuk pelan pipi suaminya yang tidak bersandar di bahunya.
Iya, Raline akhirnya memutuskan untuk menikah.
” Anak-anak udah tidur?” Tanyanya, tadi anak mereka enggan pergi tidur jika tidak di peluk ayahnya, mereka merengek minta di bacakan dongeng putri salju.
Dongeng yang sudah di ulang puluhan kali sepertinya.
” Udah, si abang tadi cerewet banget masih ngajakin ngobrol padahal adeknya udah ngantuk banget.”
” Persis ayahnya sih kalo itu.”
” Ih engga tuh aku ga cerewet ya!” Si suaminya memberengutkan wajahnya, tidak terima di bilang istrinya cerewet.
” Mahesa itu mirip banget sama ayahnya, dari semua kelakuan, kesukaan semuanya persis kamu, aku ga kebagian apa-apa, padahal yang hamil aku yang ngerawat juga aku.” Raline kini melepas pelukan, beralih duduk bersila menghadap ke suaminya.
” Ya berarti itu nunjukin kalo aku ayahnya.”
” Ya, emang! Siapa bilang bukan?”
” Dulu kamu bilang bukan?”
Mendengarnya membuat Raline mendengus sebal, matanya melirik tajam sebelum akhirnya melengos enggan menatap suaminya.
Males di bahas lagi.
” Ih ngambekkk....” Si suami justru menggoda, menusuk-nusuk pipi Raline.
“Ih apasih...”
Kembali memeluk istrinya, ia lalu berkata “ atuh ngambek sih, yaudah ayo bikin satu lagi yang mirip kamu.”
Ajakan itu justru membuatnya mendapat tepukan keras di pahanya oleh Raline.
Iya, akhirnya Raline menikah dengan Harsa.
Dengan laki-laki yang pernah menghancurkan hidupnya.
Itu masalalu, ketika ia sudah berdamai dengan segala hal yang menyangkut mereka, telah memaafkan segala kesalahan yang terjadi, Raline justru bersyukur, karena Harsa lah ia memiliki Mahesa. Karena Harsa ia tidak sendirian menghadapi kejamnya dunia.
Mereka menikah setelah 5 tahun kemudian, setelah bertahun-tahun hanya bertemu sebagai orang tua Mahesa saja.
Jika kalian bertanya apakah demi Mahesa, Raline mau menerima Harsa? Jawabannya tentu tidak.
Ia tidak akan pernah menikah dengan laki-laki manapun demi putranya.
Ia hanya akan menikah karena saling mencintai dan segala aspek yang ingin di tempuh bersama suaminya.
Ingatkah pernikahan Harsa sebelumnya? Mereka bertahan demi Anesa, tapi tetap gagal tak terselamatkan.
Karena itu Harsa tidak ingin memaksa, ia ingin Raline akhirnya mau menikah dengannya karena perasaan mereka, karena mereka akhirnya ingin bahagia bersama-sama.
Ia tidak akan pernah menjadikan Mahesa alasan untuk hidup bersama Raline.
Mereka menikah 6 bulan lalu, ketika akhirnya sepakat untuk menjalani hidup semati dan saling bergenggaman dalam suka duka.
Pernikahannya sederhana, hanya sebuah prosesi sah di atas agama dan negara. Tidak ada perayaan yang mewah, meski Harsa menawarkan semua tema pernikahan impian.
Raline bilang ia tidak membutuhkan itu, meski ini adalah pernikahan pertamanya, ya semoga juga menjadi pernikahan terakhir dan satu-satunya.
Tidak perlu mewah, jika sederhana saja bisa bertahan selamanya.