—Bercinta ; menaruh rasa.

Akhir pekan biasanya di habiskan orang untuk bersantai, mencari kebahagiaan untuk merilekskan tubuh yang telah seminggu bekerja. Kadang pergi bertamasya bersama keluarga, kadang berkencan dengan kekasihnya. Atau bahkan ada yang hanya berdiam diri di rumah, marathon Drama, series, film , dan sebagainya.

Cara tiap orang mencari bahagianya itu berbeda-beda.

Nalapraya juga berbeda.

Ia akan begitu bersemangat saat akhir pekan seperti ini, wajahnya akan berseri-seri sejak pagi. Tak sabar menanti malam hari.

Sialnya hari ini ia terjebak macet ibu kota, membuatnya harus sedikit terlambat datang ke sebuah janji temu. Janji temu yang telah di rangkai setiap minggu.

Sial, sial, sial.

Ia telat 20 menit, bisa di pastikan akan mendapat omelan dari kekasihnya. Tapi tak apa, Radine–kekasihnya, terlihat lebih menggemaskan ketika mengomel, dan yeah sedikit errr,

Menggairahkan.

Sampai di apartemen pribadi perempuan itu Nala tak perlu mengetuk pintu, ia hafal di luar kepala kata sandi untuk memasukinya.

Baru juga menutup pintu, tapi Nala sudah di sambut dengan tatapan kesal dan wajah cemberut Radine, lengkap dengan tangan yang bersedekap dada.

” Maaf by, tadi macet” mengecup sekilas bibir gadis itu adalah bentuk permintaan maaf paling ampuh biasanya.

Meski membalas dengan memutarkan bola matanya jengah, Radine tetap saja bergelendot manja di lengan pemuda itu. Lalu berjalan bersama ke arah sofa.

” Mau Netflix dulu?” Tanya Nala, biasanya mereka memang akan menonton bersama berjam-jam. Menonton dan sedikit bermain.

Netflix and chill.

Radine menggeleng, lalu berpindah duduk di atas pangkuan Nala, tak lupa menggelantungkan tangannya di leher sang pacar,

“No, i want you...” Bisikan itu terdengar mesra di telinga Nala, dan tentu saja sedikit panas.

” I miss you...” Setelah mengucapkan rindu, Radine tanpa babibu lagi langsung menyesap bibir manis sang pacar, bibir favoritnya di dunia.

Nala suka ketika Radine dalam mode seperti ini, mendominasi dan begitu agresif, terlihat seksi dan luar biasa indah.

Saling mencecap begitu liar, bertukar liur dan membelit lidah masing-masing. Sesekali Nala memberikan gigitan-gigitan kecil. Bukannya merasa sakit, Radine justru terbakar gairah.

Tangannya begitu lincah membuka kancing kemeja Nala, melepas dengan kasar lalu membuangnya sembarang. Nala tentu tak tinggal diam, dia adalah master dalam hal melepaskan bra, sekali tarik saja pembungkus itu langsung lepas.

Nala sebenarnya lebih suka berdiri, katanya lebih menantang. Tapi Radine dengan posisinya sekarang jauh lebih sempurna, women on top.

Mereka bersahutan memuja dengan desah suara, sesekali saling mengumpati ketika kenikmatan terasa. Berlomba untuk mencapai surga dunia, bercinta adalah dosa paling nikmat tiada tara.

Dari bawah begini Radine terlihat begitu cantik luar biasa, peluh yang menetes di pelipisnya justru menambah kesan mempesona. Nala tentu tak tinggal diam, tangannya sibuk meraba, menjamah seluruh permukaan tubuh Radine.

Ketika perempuan itu sampai pada puncak kenikmatannya, Nala langsung membalik posisi mereka. Ia menyeringai, siap menggempur Radine sampai belasan ronde selanjutnya.

Di sebut bercinta karena membagikan cinta, menaruh rasa cintanya yang luar biasa pada yang tercinta. Nala selalu meraba wajah perempuan itu sebelum memasukan intinya, membelai lembut dari ujung rambut hingga dagunya.

Body languagenya saat bercinta.

Di bawah kukungan Nala kini Radine hanya pasrah, cukup mendesah saja pemuda itu pasti akan terpacu semangatnya untuk membawanya pada puncak kenikmatan.

Selesai dengan satu ronde panas, mereka akan terus berlanjut ke ronde selanjutnya. Dengan gaya berbeda, posisi berbeda tapi tetap dengan perasaan yang sama, saling cinta.

Pukul 10 malam setelah beristirahat sejenak, Radine bangkit dari posisi tidurnya. Pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri yang begitu lengket, rupanya keringatnya bercampur dengan milik Nala.

Mereka sama-sama luar biasa.

Mulanya Nala tidak mempedulikan apa saja yang di lakukan Radine, tapi melihat kekasihnya itu berkemas rapi bahkan telah berganti baju ia mengernyit heran.

” Babe, mau kemana?”

“Pulang.”

” Masih jam sepuluh tapi?” Ya biasanya rutinitas akhir pekan mereka ini berlangsung sampai shubuh, atau bisa saja sampai malam selanjutnya.

” Aku harus pulang.” Radine berusaha melepas pelukan Nala, yang seolah menahannya untuk tetap tinggal lebih lama.

” Tumben? Gak nginep aja?”

” Suamiku landing malam ini, aku harus di rumah.”

Nala mendesah kecewa mendengarnya, ia akan selalu kalah dengan yang disebut suami itu. Ketika pelukannya terlepas, Radine mencium sekilas bibirnya lalu pamit pulang.

Meninggalkan Nala yang terdiam, ia larut dalam pikirannya sendiri.

Sampai kapan mereka akan terus begini? Berhubungan di belakang suami Radine, sahabatnya sendiri.

Ini sudah lebih dari 2 tahun.

Katanya jatuh cinta itu bukan dosa, tapi mencintai Radine kini menjadi dosa terbesarnya.