Better than gold

as long as you happy, i'll be there for you...

Suasana latihan mereka selalu hangat dan berisik, panggung bagi mereka adalah tempat untuk bermain karena memang hanya itu satu-satunya tempat aman untuk mereka bermain. Kehidupan selebritas mereka menyita banyak kebebasan, bukan hanya perihal romansa tapi juga huru hara remaja lainnya. Mereka telah lama tidak memiliki kenormalan hidup sebagaimana trahnya manusia, tapi itu adalah tuntutan profesionalitas yang mampu meraup jutaan dollar. Beberapa duduk dilantai panggung untuk meneguk mineralnya, yang lainnya berada di ruangan mereka untuk mengistirahatkan punggung yang seharian telah diajak berlincah ria. Sang kepala menepuk tangannya keras begitu selesai mengevaluasi hasil latihan mereka.

“Good job, guys! we did it!!”

Lalu sahutan teriakan para anggotanya melantang, selalu begitu.

Tamu tak diundang tiba-tiba memasuki studio besar itu, tangan lentiknya menenteng bungkusan berisi makanan. Kehadirannya merebut atensi si bungsu yang berebut kipas angin dengan kakak tertua mereka. Bertepatan dengan itu empat serangkai dari mereka kembali ke atas panggung.

“Yoo Mark! long time no see! i miss you sooooooo bad!”

Tidak perlu diherankan, gadis ini memang penuh drama dan skenario bual. Dia memeluk Mark begitu erat seolah benar-benar tidak pernah bertemu ratusan purnama. Tak lupa memberikan kecupan dipipi laki-laki sedarah tanah air dengannya itu.

“Kita baru ketemu minggu lalu?!”

“oh sorry! i'm forget it! muach muach!”

Mark mengelap pipinya lalu bergidik ngeri, ayolah dia lelah menjadi korban pemancing kecemburuan gadis itu. Dia menggelengkan kepalanya begitu melihat si gadis kini mengejar bungsu mereka untuk dipeluk.

“Miss you jisungieeee...”

“NO!! Nuna aku masih mau hidup tenang dan bermain game dengan bebas nanti malam!”

*Tetapi percuma, pelukan itu tidak terelakkan pun sama dengan kecupan dipipinya. Membuat si bungsu menatap pelakunya begitu kesal. Berbeda dengan Jisung, justru Chenle menghampiri teman sebayanya itu meski dengan tertatih, memberi pelukan hangat seperti yang meraka lakukan tiap saat. Tapi begitu pipinya akan dikecup, ia menghalangi bibir gadis itu,

“Aku tidak tanggung jawab ya kalau selepas ini kau adu mulut lagi dengan pacarku?”

“Ah pacarmu itu posesif sekali! Tapi aku suka pergi berbelanja dengannya.”

Renjun yang datang dari belakang merentangkan tangannya, siap menerima pelukan gadis itu. Tentu saja ia akan menikmati drama yang sedang diciptakan ini.

“Mana pelukanku?”

“Memang hanya Renjuniee yang mencintaiku disini...muach muachh..”

Pelukan yang begitu erat itu disertai banyak sekali kecupan di wajah Renjun, bahkan hidupnya sekalipun tak terlewatkan.

“Ya baiklah, aku akan menjadi perantara pelukan lagi hari ini.”

Kelakaran Renjun disambut gelak tawa mereka semua, kecuali si serba hitam diujung yang rupanya baru bangun tidur dan sedang meneguk minumannya. Kemudia si gadis berpindah memeluk Jaemin yang sedari tadi tersenyum menatapnya datang.

“yoo, Somi Lee lama tidak berjumpa.”

“SOMI JEON YAAK!”

“oh kupikir akan diubah menjadi Somi Lee?”

“Harusnya sih begitu kalau Jeno Lee tidak memutuskanku waktu itu.”

“Tenang saja masih banyak Lee lain bukan?”

“LEE SOO MAN? OFCOURSE I WILL MARYY HIM!”

Keduanya memang begitu jika bertemu, seringkali melemparkan candaan yang berbahaya dan kadang diluar nalar. Kombinasi yang pas untuk membuat orang lain kebingungan akan tingkahnya.

“Hey nona! Jangan melempar arang begitu, bukan aku yang memutuskanmu kau sendiri yang bilang bahwa kita lebih cocok berteman daripada berkencan.”

“Oh benarkah? sepertinya aku lupa.”

Somi memeluk Jeno begitu erat, mereka berdua bahkan kompak menggoyangkan tubuh dalam pelukannya. Tak lupa kecupan yang meski Jeno ingin hindari tapi gadis itu tetap berhasil meraihnya

“I miss you, so baaaaaaaad my ex.”

Jeno hanya tertawa, kebal dengan skenario yang dijalankan gadis itu. Apalagi ketika gadis itu mengumpulkan mereka berenam untuk melingkar mendekatinya.

“Aku bawa food truck spesial untuk mendukung kalian, ku pesan khusus untuk you, you, you, you, you and you.”

“Hanya untuk kami berenam?”

Tanya Jisung menggoda saat Somi hanya menunjuk enam dari tujuh anggota mereka.

“Yep! Jangan lupa ajak para staff.”

“Haechan hyung tidak dapat?”

“Oh adakah seseorang bernama Haechan disini?”

“Dia sedang tidak berminat kau ajak bercanda, semangat!”

Renjun menepuk pundak Somi, lalu bergegas keluar studio menyusul teman-temannya untuk melihat hadiah yang gadis itu bawakan untuk mereka.

Somi kemudian duduk diatas panggung, tepat disebelah laki-laki yang sedari tadi menatapnya malas. Ia membuka bungkusan yang sedari tadi ia bawa.

“Makanlah, aku masak sendiri hari ini. Kau bilang tempo hari menginginkan ini.”

Tidak menjawab ucapan Somi, tapi Haechan mengambil makanannya dan memakan dengan lahap. Ia masih mengabaikan kehadiran gadis cerewet disebelahnya. Meski tidak dipedulikan, Somi justru kini menempelkan kepalanya dibahu pemuda itu.

“Aku sedih tau...”

“Kalo gak sedih gak akan jauh-jauh nyamperin kesini kan?”

Somi mengangkat kepalanya lalu menatap haechan cukup lama, sebelum akhirnya mengecupi pipi pemuda itu yang tengah penuh dengan makanan.

“Aku sedih soalnya Haechan gak ngasih kabar berhari-hari.”

“Sibuk latihan.”

“Aku sedih soalnya Haechan mengabaikanku.”

“La...”

“Hyuck?? You said you love me kan? Tapi hari ini kamu bikin aku sedih, aku gak suka kamu abaikan gini.”

Haechan menaruh makanannya lalu memeluk Somi dari samping, kepalanya ia taruh diatas kepala gadis itu.

“Aku hanya sedang lelah,”

“Tapi jangan khawatir, aku tidak akan meninggalkanmu.”

Somi mengeratkan pelukannya, kepalanya semakin menempel didada Haechan tak peduli bahwa sekarang mereka masih berada di tengah panggung dan dilihat orang-orang yang sedang berlalu lalang.

“Maaf karena enggan terikat denganmu.”

“As long as you happy, Nik.”