—Cinta Mama.
Pada akhirnya Harsa menyerah mempertahankan pernikahannya, ia akhirnya mengalah pada Maya. Waktu itu Maya berkata, jika tidak bisa membahagiakannya tolong lepaskan dia.
Ya Harsa akhirnya melepaskannya, membiarkan Maya mencari kebahagiaan yang selama ini tidak pernah ia berikan. Toh percuma mempertahankan rumah tangga demi putrinya jika keduanya tak saling mencintai.
Kehangatan rumah yang mencoba mereka berikan pada Anesa tak utuh sempurna, begitu bercela.
Maya kini tinggal di Singapura, ia lepas dari belunggu keluarganya. Perempuan itu berani menentang segala kekangan yang mengurungnya selama ini dan mencari kebahagiaannya sendiri. Tidak seperti Harsa, begitu lemah seperti pecundang. Terlalu menurut pada otoritas ayahnya.
Lalu korbannya? Ya kalian semua.
Mulanya Anesa tidak mengerti kenapa Mama pergi meninggalkan rumah, tapi dengan penjelasan yang begitu mudah ia mengerti bahwa untuk tinggal satu rumah, harus ada cinta.
Mama dan papa tidak saling cinta.
Maya tentu tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu, ia kerap kali berkunjung. Tentu kebahagiaan putrinya yang paling utama.
Ngomong-ngomong Mahesa akhirnya mau menerima fakta, dan berbaikan dengan papa. Perlu begitu banyak waktu, dan begitu banyak bujukan serta pengertian luar biasa untuk meluluhkannya.
Di tahun keduanya, Madaharsa berhasil.
Meski hubungan mereka terkadang masih canggung, tapi Harsa sudah bersyukur setidaknya ia telah di akui.
Madaharsa juga akhirnya menjalani kewajibannya sebagai seorang ayah Mahesa Sadajiwa, menanggung semua kebutuhannya, Raline mulanya menolak tapi paksaan Harsa tak bisa ia patahkan.
Mahesa dan Anesa akhirnya saling mengerti bahwa mereka adalah keluarga. Papa yang menjadikan mereka saudara.
Mahesa ketika datang ke rumah sering kali menghibur adiknya saat dia bersedih karena merindukan mamanya.
” Nesa kalo kangen Mama boleh peluk Ma nya abang kok.” Iya, Mahesa sekarang seorang kakak.
” Boleh emang?”
” Boleh dong, Nesa kan udah berbagi papa sama abang, jadi abang juga berbagi Ma sama Nesa.”
Karena itulah mengapa akhir-akhir ini Nesa seringkali apa-apa Raline, minta di temani belanja baju Raline, minta pergi tamasya bersama Raline, minta soto buatan Raline. Membuat Harsa merasa begitu merepotkan Raline, apalagi kalau Anesa sedang sakit seperti sekarang ini.
Tubuhnya demam semalam, dan pagi buta meminta Raline untuk membuatkan bubur ayam. Ibunya sendiri masih berada di Eropa, baru saja sampai saat tengah malam Harsa mengabari jika Anesa jatuh sakit. Maya tak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaannya, setidaknya besok ia baru bisa pulang.
Tadi setelah makan bubur buatan Raline, Anesa akhirnya mau minum obat setelah di bujuk wanita itu. Dan sekarang tertidur nyenyak, semoga demamnya segera mereda.
Sementara Raline membuat cookies pesanan Nesa di dapur, Harsa menemani Esa menonton film. Meski Esa merasa aneh di temani papa, ia sedang mencoba terbiasa.
” Esa, sayang Pa gak?” Tanya Harsa tiba-tiba.
” Sayang kok.” Mahesa hanya menjawab singkat, ia begitu fokus menonton televisi.
” Esa, mau bantuin Pa gak?”
” Bantu apa?” Akhirnya anak itu menoleh ke arah ayahnya.
Lalu Madaharsa membisikkan sesuatu, Mahesa yang mengerti langsung mengangguk paham dan pergi ke arah dapur menemui mamanya.
” Ma, buat apa?”
” Buat cookies pesanan Nesa, sayang. Kamu udahan main sama Pa nya?”
“Udah, Pa ga asik cuma ngajak duduk nonton doang.” Raline terkekeh mendengar keluhan putranya.
” Ma, sayang ya sama Nesa?”
” Sayang dong, kenapa tanya begitu hmm?”
” Gak papa, soalnya Nesa juga sayang Ma, hehehe.” Mahesa melirik ke dinding sebelah meja makan, papanya mengintip disana. Ah lebih tepatnya menguping,
” Esa juga sayang Ma, makanya Ma juga sayang kan sama Esa?” Raline menghentikan kegiatannya mendengar pernyataan itu. Hmm, Mahesa kenapa tiba-tiba bertanya begitu?
” Iyadong, Mahesa yang nomor satu sayangnya Ma.”
” Kenapa sayang? Kamu takut Ma ga sayang kamu?”
” Engga, bukan begitu. Berarti kalau orang sayang, harus di balas ya?”
” Gimana?” Pertanyaan Mahesa yang satu ini kembali membuat Raline bingung.
” Nesa kan sayang Ma, jadi Ma juga sayang Nesa. Esa juga gitu. Nah, Pa sayang Esa, makanya Esa sekarang sayang Pa, Nesa juga sayang Pa.”
” Oke, terus? Sebenarnya anak mama mau ngomong apa?”
” Hmmm... Ma, sayang Pa gak? Tadi Pa bilang sayang Ma loh.”
Madaharsa gugup bukan main, ini adalah pertanyaan yang selama ini tak pernah berani ia tanyakan pada Raline. Tentang perasaan perempuan itu.
Pun dengan Raline yang begitu kaget di todong pertanyaan seperti itu oleh anaknya, ini adalah pertama kalinya ia di tanyai orang lain tentang bagaimana perasaannya pada Harsa.
Pada laki-laki yang pernah menghancurkan hidupnya.
” Kenapa tanya begitu?”
” Hanya penasaran saja, bu guru bilang kita terlahir karena cinta kedua orang tua, jadi apakah Ma cinta Pa?”
Raline menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab,
” Iya benar, kamu lahir karena cinta Mama.”
” Berarti Ma sayang Pa kan?” Rupanya Mahesa sekarang benar-benar penasaran, padahal tadi niatnya dia hanya di suruh papa bertanya.
” Itu dulu sayang, udah ya sekarang kamu main lagi gih nanti di cariin papa loh.”
Mahesa menuruti perintah mamanya, ia lalu berlari keluar dari dapur, menemui papa di tempat persembunyiannya, lalu membisikkan sesuatu,
” Pa, Ma loves you too.”