Evelyn menatap heran pada kakaknya yang tiba-tiba muncul di depan pintu rumah mereka, padahal tempo hari perempuan 22 tahun itu mengabari bahwa akan menghabiskan libur chuseoknya bersama sang kekasih.

“Kak? Are you okay? Kenapa?” pertanyaan itu keluar setelah memperhatikan mimik wajah kakaknya tak secerah biasanya, banyak kabut dan awan gelapnya.

Di tanya seperti itu Somi bukannya menjawab justru meneteskan air matanya, menangis tersedu dengan tangan yang menengadah ke arahnya “hiks pin pinjem hape hiks huhuhu”

Evelyn sontak memberikan ponselnya, meski tak mengerti dengan apa yang terjadi pada kakaknya “Lo kenapa kak?”

“Haechan gak angkat telpon gue, dia lagi marah tapi gue gak tau dia marah kenapa” Kalimat yang somi ucapkan terbata, disambut dengan tangisan tersedu khas sekali rengekannya.

“Lo abis ngapain sampek abang marah emang?”

“Gak tauuuu!! Huuuuhuuhuu hiks!”

Evelyn ikut berpikir kira-kira kesalahan apa yang kakaknya perbuat sehingga membuat lelaki juni itu marah dan mendiaminya.

Dering ponselnya menandakan telpon yang baru saja kakaknya lakukan di terima, tanpa melihat Evelyn pun tau kalau yang sedang kakaknya telpon dengan nomor ponselnya adalah kontak bernama ‘Donghyeok oppa’

“Halo kenapa dek?” suara madu khas milik Haechan menyapa indra pendengaran mereka.

“Kamu gak angkat telponku! Tapi angkat telpon orang lain Hyuk!” Somi kembali terisak, diseberang sana Evelyn dapat mendengar helaan nafas berat yang baru Haechan lakukan. Seolah mengerti ia langsung meninggalkan kakaknya, memberikan mereka waktu untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi atau memperpanjang pertengkaran. Entahlah Evelyn tidak ingin ikut campur, keduanya sama-sama sudah dewasa.

*

Haechan membenci suara tangisan Somi seperti ini, rasanya tiap kali mendengarnya ia ingin berlari sekencang mungkin menghampiri pacarnya itu, memeluk dengan erat dan memberikan banyak kecupan.

“udah nangisnya!” suaranya tetap datar, tak ingin diubah meski begitu iba.

Suara patah-patah diseberang sana membuatnya memejamkan mata, “kamu diemin aku hyuk, ayo ketemu, jangan marah gak jelas gini”

“aku emang suka marah gak jelas”

“HYUK!”

“Kamu selalu bilang kalau aku marah tanpa alasan, kamu selalu bilang aku posesif banyak ngelarang kamu ngelakuin ini itu, kamu selalu bilang aku terlalu cemburuan, terus dimatamu aku harus gimana mi?”

“Hyukkk...” suara diseberang terdengar melemah tapi masih disertai isakan-isakan kecil.

“Kamu tau aku gak suka kamu clubbing sama orang yang gak aku kenal, tapi kamu tetep ngelakuin itu berkali-kali.”

“Sowry—”

“Emang aku yang salah mi, gak seharusnya aku ngelarang kamu ngelakuin ini itu. Punya hak apa emang aku atas dirimu? Sekarang silahkan lakuin apapun yang kamu sukai aku gak akan komentar lagi. Udah malem, good night.”

Haechan memutus telponnya sepihak, ia tidak ingin meledakkan emosi yang sudah ia tahan berhari-hari. Kepalanya perlu di dinginkan terlebih dahulu, sebelum perempuannya itu nekat nanti menemuinya.