Haechan mengemudikan mobil milik ayah kekasihnya dengan satu tangan, tangannya yang lain menggenggam erat jemari gadis di sampingnya. Sesekali mengecupi punggung tangan mulus itu.

“Nyetir yang bener kak!” protesan Somi tak di hiraukan, justru kini Haechan semakin mengeratkan genggamannya, membawa tangan Somi ke atas pangkuannya.

“Ya ampun aku gak akan ilang,”

“Ssstttt! Adek diem deh, ini udah mau sampek.”

Somi merotasikan bola matanya, ia memandang keluar jendela mobil. Mereka telah memasuki basemant apartemen pribadi milik Haechan, tempat yang sesekali mereka hampiri untuk sembunyi menjalin kasih.

Kehidupan publik figur rentan ancaman sorotan publik, apapun itu. Mengharuskan mereka punya tempat rahasia.

Meski sedikit kesulitan memarkirkan mobil dengan satu tangan, tapi Haechan keukeh tidak melepaskan tangan Somi, seolah sedetik saja genggamannya lepas ia akan di tinggalkan.

Begitu selesai memarkirkan si merah, Haechan keluar dan langsung terburu membukakan pintu Somi. Menuntun gadis itu untuk keluar lalu menundukkan punggungnya.

“Ngapain kak?” Somi bukannya tak paham, hanya saja Haechan serius akan menggendongnya sampai lantai sepuluh? Hei dia tidak gila! Kekasihnya pasti kelelahan, kalau di hari biasa mungkin Somi akan langsung meloncat ke punggung lebar di depannya itu.

“Ayo naik kayak biasanya...”

“Gamau ih, kamu kecapekan pasti. Bahaya banget kalo harus gendong aku!”

“Gapapa, aku kuat loh biasanya juga gitukan?”

“Gamau, kakak abis konser tiga hari yang bener aja kalo gendong aku pasti remuk itu badan.”

“Gapapa adek,”

“Engga usah kak, gini aja kita gandengan sampek atas.” Somi langsung mengapit lengan Haechan dan menyeret pemuda itu untuk segera pergi dari basemant.

“Padahal aku pingin manjain kamu.” Ujar Haechan sambil mengelus pipi sebelah Somi yang tidak menempel di bahunya.

“Aku aja yang manjain malam ini,”

“Bener ya?” Haechan mendadak antusias

“Gini aja kamu semangat!”

“Iya dong kan udah aku bilang, mau recharge energi.” Haechan mengecup pelipis Somi, tak peduli bahwa mereka masih berjalan di lorong.

Toh sudah tengah malam, orang gila mana yang akan menguntit mereka di lorong begini? Lagipula penghuni apartemen ini orang-orang sibuk, sengaja Haechan membelinya supaya leluasa tanpa gangguan ketika berkunjung kemari.

🔞

Haechan membaringkan tubuhnya di ranjang, dengan Somi yang sibuk membersihkan sisa make-up di wajahnya. Gadis itu begitu telaten mengelap seluruh permukaan wajahnya dengan kapas. Begitu dirasa selesai Haechan langsung menariknya ke dalam dekapan. Somi menindih sebelah lengannya, dengan kepala yang menempel pada sebelah sisi dada bidangnya.

“Mau kemana sayang?” Haechan mengunci tubuh Somi begitu gadis itu bangkit dari tidurnya. Lengannya ia lingkarkan di perut Somi, dan menciumi punggungnya dari belakang.

“Bantar kak aku beresin dulu ini bekas kapasnya,”

“Your punishment?”

“Astaga, iya gak kabur akutuh. Sekalian mau ke kamar mandi cuci muka dulu.” Somi perlahan melepaskan pelukan Haechan, mengabaikan pemuda yang kini terduduk menatapnya pergi ke kamar mandi.

“Aku ikut ke kamar mandi ya?” Haechan sedikit berteriak mengutarakan niatnya, bahkan ia sudah bersiap turun dari ranjang.

“No! Udah malem ya, gamau aku dingin-dinginan!” Somi tentu saja menolak, yang benar saja kalau si kakak tersayang itu ikut ke kamar mandi, mereka bisa saja keluar bersamaan dengan fajar shadiq.

“Yaudah cepetan!”

Somi tidak menjawab, membuat Haechan turun dari ranjang dan memilih duduk di Sofa depan ranjang lalu menyalakan televisi. Sepertinya Netflix and chill akan menyenangkan?

“Gak tidur aja kak?” Tanya Somi begitu keluar dari kamar mandi.

“Tiba-tiba mood nonton film,”

“Kamu gak capek apa?Mending di pake istirahat waktunya tuh, mumpung besok juga di kasih libur.” Somi mengelus pelan kapala Haechan yang berada di bahunya.

“Lah inikan aku juga lagi istirahat?”

“Istirahat apaan coba?” Haechan hanya terkekeh, lalu merangkul pinggang Somi untuk di angkat ke pangkuannya.

“Kak...” Somi meremang, begitu Haechan tidak lagi fokus pada film di depannya justru kini mengendus belakang lehernya yang terekspos bebas, karena rambut yang ia cepol ke atas.

“Hmm?”

“Geli...jangan gitu...” Somi berusaha turun dari pangkuan Haechan, tapi pemuda itu menahannya.

Kali ini Haechan melepaskan jepit rambut yang Somi kenakan, melemparnya asal dan tak peduli Somi mendengus karenanya. Rambut panjang Somi ia kesampingkan, lalu tangannya kembali jail mengelus halus leher belakang Somi. Membuat si puan meremang.

“Kak, udahan yuk bobo aja?”

“Aku belum mau bobo, sayang...” Setelah menghela napas pasrah, Somi membalikkan tubuhnya menghadap Harchan.

Ia mengelusi permukaan wajah tampan di depannya itu, yang meski lelah masih terlihat tidak mengantuk. Haechan justru kini menampilkan wajah polosnya tapi dengan tatapan penuh minat.

“Yaudah mau apa?”

“Kamu.” Tangannya kembali nakal, menelusup bebas ke dalam kaos oblong putih miliknya yang sering Somi kenakan ketika mereka berdua seperti ini.

Tidak agresif, Haechan cenderung lembut dengan mengelus lembut punggung halus Somi. Tapi berhasil membuat si puan mendesis dan hanya mampu menempelkan wajah di bahu kirinya.

Somi yang tak tahan mendekatkan wajahnya pada leher Haechan, menghembuskan napasnya tepat di bawah rahang. Bahkan ia berani mengecupi jakun sang pacar yang naik turun karena menahan desahan akibat ulahnya.

“Aku pingin nyoba hal baru?”

“Apa?”

“Ayo di lantai,”

“Apanya?”

“Making love on the floor,” Somi memekik begitu Haechan mengangkat tubuhnya dan membawanya berbaring di bawah Sofa, di atas karpet bulu yang baru Haechan beli minggu lalu.

Niat terselubung rupanya!

Haechan memposisikan dirinya di atas Somi, mengukung dengan dua tangannya di sertai dengan smirk andalan miliknya. Ia mengecupi wajah Somi mulai dari dahi hingga dagunya, lalu berakhir dengan mengecup bibir manisnya yang langsung di sambut lumatan oleh Somi.

Haechan menurunkan tubuhnya agar lebih menempel pada tubuh di bawahnya, tangannya mulai menyingkap kaos yang Somi kenakan. Perut rata ber-abs itu ia jamah dengan perlahan, mengelus lembut dari pusar ke atas sampai belahan dada. Membuat Somi menggelinjang dan menahan desahannya lagi di sela ciuman mereka yang mulai menuntut.

Dengan tiba-tiba Haechan melepaskan pagutannya, ia beralih mengecupi leher Somi ke bawah, sesekali menyesap kulit putih itu sengaja memberi tanda.

Ia mengangkat kepala, menatap Somi dari atas yang tengah terengah ternyata terlihat begitu seksi dan menggoda. Haechan terkekeh begitu melihat leher si puan penuh ruam merah, ah mahakarya nya!

“Love sign,” Gumannya pelan sebelum kembali menunduk dan kini beralih turun guna mengcupi perut Somi.

Kali ia memainkan lidah, menggoda dengan kurang ajarnya. Kecupan panasnya bahkan bergerak turun ke bawah pusar, dengan tangan yang tak tinggal diam melesak masuk di balik bra, bermain lembut pada obyek favoritnya.

Haechan tidak hanya memilin ia kerap menariknya ke atas meski terhalang bra, membuat Somi meringis sedikit menahan sakit.

Tak tahan dengan perilaku si dominan, Somi menarik kepala Haechan untuk kembali menciumnya. Kali ini pagutan mereka lebih panas dari sebelumnya. Apalagi disertai tangan Haechan yang kian aktif di dadanya, meremas-remas tanpa henti. Bahkan dengan jail menyentil puncaknya yang menegang.

Somi menggapai resleting celana Haechan, tapi tangan pemuda itu menepisnya. Ia lalu berusaha menarik kaos Haechan ke atas, kali ini tidak hanya di tepis tapi kedua tangannya Haechan bawa ke atas, pemuda itu menggeleng pelan “I'm your pilot, baby!” Bisikan penuh penekanan itu membuat Somi pasrah, Haechan tidak akan mengizinkannya memimpin permainan malam ini.

Haechan begitu cekatan melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuh Somi, ia hanya menyisakan segita berenda di bawah yang masih belum minat ia sentuh.

Kali ini lidahnya ia ajak mengabsen puncak dada Somi, tangannya yang satu memegang kedua tangan Somi di atas kepala. Tangannya yang lain ia gunakan untuk mengelusi wajah Somi yang memerah. Jari telunjuk nya ia hadapkan ke bibir Somi, meminta untuk masuk.

Somi menggigitnya setelah beberapa detik memberikan jilatan, membuat Haechan terkekeh meski mengaduh kesakitan.

“Nakal!”

Pemuda itu beralih turun ke bawah, membuka sedikit sisa kain yang menutupi tubuh di bawahnya. Memberikan elusan lembut di atas kelembaban milik sang pacar, yang telah lama ia klaim menjadi miliknya.

Somi tak lagi mampu menahan desahannya, tubuhnya melengkung keatas ketika Haechan memberikan kecupan di bawah.

“Kak...”

Haechan mengangkat kepalanya, “No baby girl, you know the rules!” ia memberi peringatan dengan menggigit puncak dada Somi yang sedari tadi menegang.

“ah..jangan di gigit hyuckkh!” Somi meringis, salahnya sendiri kelepasan salah panggil di saat mereka bermain seperti ini.

Haechan kembali ke bawah belum puas mengecupi si manis yang telah basah. Semakin membuat Somi belingsatan tak kuasa menahan lebih lama.

“Hyuuckkh...”

“Hmmm?”

“Plis...sh..”

“Bentar sayang aku masih mau nyapa,”

Somi hanya mampu menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tak tau lagi harus bagaimana. Tangannya masih erat di genggam Haechan tak di lepaskan. Membuatnya frustasi sendiri karena tak dapat berbuat banyak untuk mengejar kenikmatan yang sekarang di permainkan Haechan.

“Hyuuckkhh plis...” Haechan menampilkan smurknya lagi begitu Somi memohon dengan lirih, ia melepaskan kedua tangan Somi dan lidahnya kembali berulah. Menyapa si manis.

Somi menekan kepala Haechan di bawah begitu ia merasa sesuatu akan sampai. Tapi Haechan justru menghentikannya, pemuda itu justru menarik lepas celana dalamnya dengan begitu pelan. Sengaja mempermainkannya.

Begitu tubuh di bawahnya polos sempurna Haechan tertawa tanpa dosa, “Manis banget adek!” Somi mendengus sebal, ia menarik tangan Haechan untuk di gigit.

“No adek!”

“okey baby, tonight i can't let you go!”

Haechan kembali beraksi, kali ini melesakkan satu jarinya menjajal si manis sebelum senjata miliknya. Ia memberikan permainan yang selalu Somi suka, gadis itu kini tak berdaya dengan mata yang terbuka tertutup. Desahannya bahkan menjadi melodi merdu di telinga Haechan.

Begitu di rasa akan benar-benar sampai Haechan menarik diri. Membuat Somi memikik tertahan dan melotot pada laki-laki yang kini berdiri di atasnya, tubuh Somi berada di antara dua kaki panjang Haechan.

Tanpa perasaan bersalah Haechan melepaskan seluruh pakaiannya dengan Somi yang menatapnya dari bawah. Somi menahan tangannya untuk tidak meraih si jantan yang mengacung tegak di hadapannya, Haechan tidak akan suka di sentuh terlebih dahulu ketika ia memilih menjadi dominan.

Haechan kembali menunduk untuk menyusu pada benda kenyal milik Somi, tangannya mengarahkan jemari Somi meraih miliknya di bawah. Ia meminta rematan.

Begitu siap, Haechan memposisikan miliknya di atas si manis. Menggesek dengan perlahan, memberikan sapaan sebelum melesakkannya kuat. Somi memekik, meski bukan yang pertama kali tapi tetap saja milik Haechan rasanya terlalu besar untuknya.

Haechan memegang kendali penuh, ia memompa dengan tempo sedang. Tangannya bertumpu di samping tubuh Somi, dengan tatapan yang fokus pada penyatuan mereka.

“Hyuckhh...” Somi menarik dagu Haechan untuk menatapnya, keduanya sekarang sama tengah banjir dengan peluh.

Haechan menyambar bibir Somi, memagut dengan kasar sesuai dengan tempo gerakan pinggulnya di bawah. Somi ikut mengalungkan tangannya di leher Haechan, tak mau kalah dalam ciuman mereka.

Merasa sama-sama akan mencapai klimaks keduanya melepaskan tautan bibirnya, Haechan semakin dalam memasukkan miliknya. Semakin tanpa jeda menggempur si manis, mengagahinya luar biasa kuat. Membuat Somi kalang kabut, ia tak lagi fokus bahkan bibirnya ia gigit sendiri tangannya meremas kasar karpet bulu di bawahnya.

Haechan dengan penuh pengertian menuntun tangan Somi untuk meremas bahunya saja, ia merendahkan lagi tubuhnya jadi lebih menempel dengan tubuh Somi.

“Hyuckkhh i willh cummh...”

Haechan menundukkan bahunya, sebelah lengannya menumpu kepala Somi dan mendorong nya, seolah memerintah untuk melampiaskan perasaan Somi dengan menggigit bahunya.

“Give me your love sign, baby...”

Cengkraman Somi di punggungnya menajam, di sertai gigitan kecil ketika tubuhnya bergetar. Sekali hentakan keduanya meledak bersama, penyatuan mereka bergetar di bawah sana. Somi melemas di bahu Haechan, tak peduli jika percikan pelepasan mereka meluber ke luar, membasahi karpet di bawahnya.

Rasanya begitu hangat, sampai Somi menyadari sesuatu ketika Haechan ambruk di atasnya.

“Hyuckkh kamu ga pake pengaman!” ia spontan menepuk kasar punggung polos Haechan yang tengan nyaman menempelkan kepala di dadanya.

Haechan merebahkan diri di samping Somi setelah melepas penyatuan mereka, tangannya ia selipkan di bawah leher Somi untuk dijadikan bantalan.

“Maaf lupa,” ia mengecup pelipis Somi yang masih lembab akibat peluh yang ia ciptakan.

“Kamu lagi ga dalam masa subur kan?”

“Engga,” Somi menjawab dengan sebal.

“Maaf baby, nanti pake pengaman ya?”

Somi melotot mendengarnya, ia langsung menolehkan wajah menghadap Haechan yang tengah tersenyum.

“Apaan nanti?”

“Ayo pindah ke kasur, keras banget di lantai badan kamu remuk nanti. Aku pake pengaman abis ini.”

Somi memekik begitu Haechan mengangkat tubuhnya yang masih lemas lalu membanting ke ranjang.

🔞

Sesuai dugaan Somi, mereka akan telat bangun pagi. Atau bangun siang? Semalam Haechan tak melepaskannya berisitirahat, pemuda itu menggempurnya berkali-kali. Meminta berbagai gaya yang tentu saja membuat tubuh Somi rasanya remuk.

Matanya masih susah mengerjap, tapi Haechan rupanya sedang mencapai hormon tertingginya. Pemuda itu sekarang mengecupi punggung polosnya, tangannya tak tinggal diam menggoda si manis di bawah. Serta dari belakang si jantan ikut tidak sopan menggoda,

“Hyuckkhh udah dong!” protes Somi lemah.

“Iya udah, aku cuma mau main sendiri.”

“Capek banget sayang,” lirih Somi memohon.

Haechan terkekeh, memeluk Somi dari belakang tidak lagi memainkan tubuh lemas dalam pelukannya itu.

“Maaf ya aku kelewatan semalem,” ia mengecup pundak Somi.

“Bukan kelewatan doang kamu mah bablas, ga ke kontrol banget!”

“Maaf ya sayang, janji deh puasa sebulan.”

“Halah puasa kamu paling mentok cuma seminggu!”

“Beneran sebulan, aku sibuk abis inikan?”

Somi menyadari sesuatu, ia lalu membalikkan tubuhnya menghadap Haechan. Dengan erat menempelkan tubuh mereka yang masih polos, ia memeluk begitu erat.

Rupanya semalam Haechan menyampaikan salam perpisahan, pemuda itu akan pergi keliling dunia bulan depan. Sibuk dengan pekerjaan yang tentu saja menyita kebersamaan mereka. Meski saling terikat hubungan keduanya begitu rentan, banyak aral yang siap memaksa mereka untuk berpisah. Tak berjarak saja mereka di intai untuk di paksa bersama yang lain, apalagi berjarak?

“I love you,” bisik Somi pelan.

“I know, baby girl.”

“You love me, right?”

“Yes i do,”

Haechan membalas pelukan Somi tak kalah erat, mencoba mengisi energi lebih banyak supaya ketika berpisah bisa menjadi penawar rindu nanti.

“Kakak gak akan tanda tangan kontrak itukan?”

“Engga, akan sayang”

“Adek!”

Haechan tersenyum melihat Somi kini terbiasa dengan panggilan itu, entahlah semenjak tawaran kontrak agensi tentang hubungan pura-pura nya dengan publik figur lain Somi menjadi lebih suka di manja, lebih suka menggunakan panggilan kakak adek.

“Iya adek, kakak cuma punya kamu.”