—Home.
Di sebut rumah karena sepanjang apapun perjalanannya, akan kembali pulang padanya.
Haechan dari kemarin sedang menikmati waktu libur di rumah orang tuanya, tempat paling nyaman untuk melepas segala penat duniawi.
Sekaligus menjadi rutinitas menjelang comeback bersama grupnya, Haechan akan selalu pulang berkeluh kesah pada ibu atas semua lelah, mencari sumber kekuatan pada ayah, dan bermain bersama adik-adiknya sebagai bentuk mengisi kembali energinya.
Haechan tengah menikmati pemandangan kota dari ketinggian tempat tinggalnya ketika ibu dan adik perempuannya pulang dari berbelanja, rupanya mereka kembali dengan membawa seorang tamu.
“Kakaaaaakk!!”
itu suara adik bungsunya yang langsung berlari dan meloncat ke ke gendongan tamu yang baru saja menaruh belanjaan ibu di atas meja dapur.
“Kayaknya semua laki-laki di rumah ini bucin kamu dek.”
Saudara perempuannya menatap si bungsu dengan menggelengkan kepala, dia punya 3 saudara laki-laki dan semuanya menempel dengan gadis di depannya itu.
“ Lo cerewet sih makanya gak ada yang suka!”
Haechan lagi-lagi meledek adik perempuannya, ia kini ikut duduk di sofa ruang tengah, sembari membuka minuman kaleng di atas meja.
“ Ibuuuu Hyuck nih ngatain aku lagi!”
“ Abang jangan jail!”
Haechan mencibir, lalu melempar adik perempuannya dengan bungkus permen yang baru dia buka.
“ ISH!”
Gadis itu baru saja akan melempar kakaknya dengan kaleng minuman tapi sang ibu datang dan mencegah keributan yang menjadi rutinitas mereka.
“ Eh jangan berantem! Abang nih juga ada gebetan kok malah jail ke adeknya, jaga image dong di depan Somi.”
“ Yang begini gebetan? Pffftt kayak gak ada yang lebih cakep aja.”
Haechan menatap Somi yang tepat duduk di sebelahnya dengan setengah mengejek, sudah biasa menjadi candaan mereka.
“ GUE PUKUL YA LO!”
Somi berancang mengangkat tangannya untuk memukul Haechan, tapi dengan sigap pemuda itu menghindar.
“ Pukul aja dek, emang manusia kayak dia halal di babak belurin.”
adik perempuannya ikut mengompori Somi.
“ Diem lo!”
“ Udah sana bantu ibu masak, hus hus!”
Haechan mengibaskan tangannya, mengusir adek perempuannya untuk segera pergi dan tidak menganggu ia dan Somi.
“ Iya-iya gue pergi, ayo dek main di kamar aja kamu.”
Si bungsu yang sedari tadi anteng di pangkuan Somi pun ikut tergusur keberadaannya, abangnya memang selalu enggan berbagi Somi!
“ ABAAANG KALO PACARAN JANGAN DI KAMAR YA!”
“ GUE KAGAK PACARAN!!”
“ OH IYA LUPA KAN FRIENDZONE, HAHAHAHA!”
Somi tidak lagi heran dengan pertikaian ini, sudah biasa terjadi tiap kali ia berkunjung. Haechan mendumel begitu sebal mendengar kekehan adik perempuannya itu.
“ Lo ngapain kesini?”
Tanya Haechan sambil membaringkan tubuhnya di Sofa, dan kepalanya berada di pangkuan gadis itu.
“ Gak sengaja ketemu Ibu tadi pas belanja, terus di ajakin mampir. Katanya lo lagi di rumah.”
“ Kan emang gue selalu pulang dulu sebelum sibuk.”
“ Lo pasti capek ya?”
Tangan Somi kini beralih mengelusi rambut Haechan yang mulai memanjang, rambutnya sedikit rusak terlalu sering di ganti warna. Ya Tuhan tahun ini pemuda ini sudah comeback lima kali, dan akan semakin melelahkan pastinya.
“ Capek sih pasti, tapi kan ini pekerjaan gue. Mau gak mau ya harus sepenuh hati ngejalaninnya. Lagian gue punya obat capek paling mujarab kan?”
“ Iya ada Ibu dan ayah juga adek-adek lo yang siap sedia memberikan semua support mereka, tapi jangan lupa ada gue juga yang yang bisa kapan aja lo hubungi kalo mau ngeluh pas sibuk.”
Haechan tersenyum mendengarnya, ia lalu meraih tangan Somi dari atas rambut dan menaruhnya di atas dada. Mendekapnya dengan genggaman.
“ Lo jangan perhatian gini dong, nanti gue gatel pingin macarin.”
“ Hilih, tadi lo bilang kayak gak ada yang lebih cakep dari gue gitu!”
“ Ahahahahaha kan bercanda.”
“ Emang ada yang lebih cakep dari gue?”
“ Sebenarnya banyak, cuma yang pas di mata gue cuma lo doang sih!”
Somi menggeplak dada Haechan, ia paling tidak suka kalau pemuda itu melayangkan rayuan begini membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat, dan pipinya memerah karena salah tingkah. Padahal sudah lebih dari 5 tahun ia mendengar rayuan pemuda itu.
“ ADUH! Sakit sayang...”
“ Sayang pala lo peyang!”
“ Ahahahaha lo kenapa sih?”
“ Kan gue udah bilang jangan manggil gue sayang, kita gak pacaran!”
“ Yaudah ayo pacaran biar bisa gue panggil sayang.”
“ GUE GEBUK YA LO!”
Bukannya takut Haechan justru tertawa, sangat puas melihat ekspresi kesal milik Somi. Ia lalu membawa tangan Somi yang sudah melayang di udara mendekati mukanya, mencium punggung tangan halus itu sekilas. Ini biasanya ampuh untuk membuat Somi berhenti mengomelinya.
“ Makasih ya untuk selalu ada.”
Haechan begitu tulus mengucapkannya, ia benar-benar bersyukur semesta mengahdirkan Somi di hidupnya. Mereka memang tidak terikat apapun, tapi dunia tau keduanya saling memiliki. Mau berapapun orang yang keduanya temui, tetap saja ujung perjalanannya adalah keduanya. Somi sudah seperti Ibu, rumah dari segala perjalanan panjangnya.
“ Najis! Kenapa jadi melow sih!?”
“ Lo mah selalu merusak suasana.”
“ Geli gue lo lembut begitu.”
“ Yaudah ayo main kasar kalo gitu.”
“ SUMPAH YA DONGHYUCK GUE PATAHIN LEHER LO ABIS INI!!”
“ HAHAHAHHAHAHA...”
Somi dengan paksa menurunkan kepala Haechan dari pangkuannya, dan bergeser untuk duduk lebih jauh. Ia menatap Haechan dengan begitu kesal, bisa-bisanya bercanda hal tak senonoh di rumah orang tuanya.
“ Heh balik sini!”
“ Gak mau!!”
“ Kagak bakal gue apa-apain, bercanda doang! Sini dong beb gue mau manja-manja nih sebelum lo pulang.”
Haechan menarik tangan Somi untuk kembali mendekat ke arahnya, ia juga kembali meletakkan kepalanya di pangkuan gadis itu. Serta menuntun tangan Somi untuk kembali mengelusi rambutnya.
“ Abis ini lo langsung ke music show?”
“ Iya...”
“ Gue anterin ya?”
“ Gak usah gue bisa telpon manager abis ini, lo kan lagi liburan yaudah take your time sama keluarga.”
“ Engga lo beerangkat sama gue aja.”
Dari nada bicaranya itu bukan lagi pemintaan lebih mirip sebuah paksaan, dan Haechan selalu keras kepala.
“ oh gue tau lo mau ket...”
“ BUKAN GITU SOMIAH! MAKSUD GUE NANTI ABIS LO PULANG BIAR MAMPIR KESINI LAGI, GUE MASIH PINGIN DI MANJA!”
Somi terbahak mendengar keluhan Haechan, lalu menundukkan kepalanya untuk mengecup sekilas dagu Haechan yang tengah mendongak menatapnya.
“ Iya-iya, percaya..”
“ HALAH BILANGNYA AJA KAGAK PACARAN, TAPI TINGKAHNYA UDAH KAYAK SUAMI ISTRI!!”