—Lantas.
Harsa dan Raline akhirnya bertemu di villa milik pemuda itu, begitu Harsa datang tadi ia di sambut senyuman cantik Raline,begitu cantik.
” Haiiiii asa ganteng!!” Gadis itu tadi berlari memeluknya di halaman villa, memeluk erat melepas rindu.
Harsa suka panggilan itu, pujian yang membuat dadanya berdegup lebih kencang. Pun membuat bibirnya sulit untuk menahan senyuman.
” Kangen bangettt” Harsa membalas pelukan itu tak kalah erat, menyampaikan bahwa rindunya lebih berat.
Keduanya sekarang duduk di balkon kamar pribadi Harsa, mentap pemandangan malam yang begitu indah. Raline menyenderkan kepalanya di dada Harsa, sembari memeluk pacarnya-yang lain itu, dari samping.
” Maaf ya menunda pertemuan kita lebih lama.” Ujarnya meminta maaf, tentu saja dia merasa bersalah telah mengabaikan Harsa berhari-hari.
“Gak papa, aku ngerti kok.” Harsa mengelus rambut lembut Raline, sesekali mengecupinya.
” Kamu gak marah kan?” Tanya Raline memastikan.
” Enggak, tenang aja.” Harsa tersenyum, sedikit miris dengan dirinya sendiri.
” Bohong, kamu pasti kesel kan? Gapapa marah aja.” Raline melepaskan pelukannya, menatap Harsa dengan menampilkan wajah cemberutnya yang justru terlihat menggemaskan.
Harsa terkekeh, “ dikit sebenarnya...”
” Tuhkan, maaf ya?” Raline lalu mengecup sebelah pipi Harsa, tanda permintaan maaf.
Lalu bagaimana Harsa tidak luluh jika begini? Ini Harsa yang terlalu mudah di luluhkan atau Raline yang begitu tau bagaimana cara melemahkannya?
Keduanya lalu kembali berpelukan, kembali menatap bintang yang malam ini terlihat begiu terang. Hening menyergap mereka untuk beberapa saat, sampai Harsa akhirnya mengajukan sebuah tanya,
” Kalo di suruh milih, kamu bakal milih aku apa Stefan?”
Raline langsung melepas pelukannya, menatap Harsa dengan terkejut. Ini pertanyaan yang ia wanti-wanti sejak dulu, tapi tak ia sangka akan Harsa tanyakan malam ini.
” Asa...”
Cukup lama keduanya terdiam, Raline tidak tau harus menjawab apa. Pun Harsa yang tegang menanti jawaban, takut kalau-kalau jawaban Raline akan menyakiti hatinya. Melukai harapannya sendiri.
Setelah sekian lama akhirnya Harsa memilih bersuara, ia merapikan helaian rambut Raline yang terbang tertiup angin.
” Gak perlu dijawab, aku belum siap denger kalo akhirnya yang kamu pilih itu Stefan.”
” Selama ini aku selalu percaya pada diriku sendiri, bahwa di antara kami berdua akulah yang paling kamu cinta.”
Raline menetaskan air matanya, bagaimana bisa Harsa mencintainya sebesar itu?
” I hurt you...” Ucap Raline.
” Tapi you love me, gapapa.” Harsa begitu tenang menjawabnya.
Seolah sakit hatinya tak berarti apa-apa selama Raline masih mencintainya.
Seperti keyakinannya yang tetap kukuh, kelak Raline akan memilihnya. Tak peduli sudah selama apa Raline dan Stefan menjalin hubungan, Harsa yakin ia yang akan di pilih di akhir permainan ini nanti.
Tidak, sebenarnya itu hanya untuk menyemangati dirinya sendiri.
Ketika ia tau bahwa di lihat dari segi manapun, Stefan telah memenangkan permainan ini terlebih dahulu.
Raline akan selalu menomor satukan Stefan, atas dirinya.
” Bilang sama aku kalau kamu mau berhenti...” Ucapan itu Raline utarakan dengan tersedu, melepas Harsa rasanya menyakitkan meski hanya di bayangkan.
” Aku gak akan berhenti, kalau bukan kamu yang minta sayang. Udah ya jangan nangis.”
Harsa menghapus air mata dari mata cantik itu, lalu memeluk kekasihnya begitu erat.
Dari awal mencintai Raline ia sudah tau segala konsekuensinya, pun harus siap jika kapan saja di tinggalkan.
Raline telah terikat janji dengan laki-laki lain jauh sebelum bertemu dirinya.
” Asa, andai kamu datang sebelum Stefan ada...” Gumaman Raline terengar begitu ngilu, berdenyut pada dadanya.
Andai Harsa bisa mengatur waktu, ia akan jauh lebih cepat menjemput Raline bahkan jauh sebelum gadis itu mengenal Stefan.
Andai.