Somi menunjukkan kameranya pada dua muda-mudi yang baru saja ia potret kebersamaan nya di tepian sungai Han.
“Bagus banget,” si gadis terlihat begitu gembira melihat hasil jepretan Somi. Sementara sang pemuda hanya mengangguk setuju dengan tanggapan kekasihnya, “Jepretan lo makin bagus kak.”
“Thanks,” seulas senyuman terbit di ranumnya yang kemerahan.
“Gantian dong aku jugaaa mau di fotoo ih!” pemuda lainnya yang lebih kecil kini merengek-rengek di antara mereka. Lengannya yang gempal bergelanyut di lengan Somi, “Fotoin juga kak.”
Rengekan yang membuat Somi terkekeh, “Yaudah sana pose.”
Kegiatan swafoto mereka terintrupsi dengan kehadiran kedua orang tua sang pemuda, “Udahan yuk fotonya, kita cari makan!” Ajak laki-laki paruh baya bermarga Lee itu.
Istrinya menimpali, “Juleea sama pacarnya belum balik?”
Somi mewakili menjawab pertanyaan ibu kekasihnya itu, “Tadi udah kesini, tapi aku suruh duluan aja ke restonya. Jule tadi pingin beli arum manis katanya.”
“Yaudah kita susul mereka aja yuk,”
“Aku belum puas fotonya disini atuh!” lagi-lagi yang paling bungsu mernegek.
“Kan barusan udah di foto,” joseph selaku kakak laki-lakinya menyela.
“Cuma 3 jepretan, yang banyak itu abang sama Selia! Aku kan juga mau fotoo sama kak Somi daritadi kalian sibuk foto sendiri.”
Baru saja keributan dimulai tapi papa Lee segera menengahi, “Yaudah sini kameranya papa yang fotoin.”
Somi menjulurkan kamera milik kekasihnya, donghyuck lee pada sang papa. Ia lalu berpindah tempat berdiri di sebelah perempuan yang paling Haechan cintai di dunia.
“Kamu gak dingin?” tanya wanita sepantaran ibunya itu.
“Enggak kok ma, kan udah pake jaket.”
“Cucu mama gak rewel kan?” Tangan lembut itu menyentuh perut Somi yang mulai membuncit, mengelus nya penuh kasih sayang.
“Enggak, anehkan ma giliran ku ajak tidur di kamar bapaknya dari semalem anteng banget. Pas dirumah ya ampun nyiksa gak bisa tidur.”
Mama keluarga Lee terkekeh, “kangen papanya tuh.”
“Bahaya nih ntar lahir jadi anak papa banget.”
Keduanya tertawa bersama sampai tak sadar bahwa kamera Papa lee membidiknya.
“Ibu-ibuu ngetawain apa sih? Selia ikutan dong.” Selia, gadis yang berstatus sebagai kekasih Joseph itu menyempil diantara keduanya.
Setelah selesai dengan sesi foto mereka melenggang meninggalkan tepian sungai Han yang semakin malam semakin ramai. Papa Lee dan mama lee berjalan di depan bergandengan tangan, sambil mengenang masa muda.
Joseph tentu saja mengikuti langkah ringan Selia yang kesana kemari. Bahkan keduanya berlarian, sementara itu langkah pelan somi di temani adik bungsu Haechan, Gabriel.
“Kakak kangen abang gak?”
“Kamu kangen abangmu ya?” Somi justru membalikkan pertanyaan.
Dengan tegas Gabriel buru-buru menggeleng, “Engga!”
“Alah bilang aja kalo kangen.”
“Engga yaaa, aku seneng abang jauh gak ada yang jail. Kakak nih pasti yang kangen?”
“Kangenlah pasti, abangmu kan emang ngangenin.”
“hueeek,” Gabriel tentu meledek. “Muka kayak abang ganteng dimananya?”
“Di matakulah. Haechan tuh ganteng banget tau.”
“Idiihh kene pelet abang!”
“Ahahahahahaha,” Somi tertawa sampai harus memegangi perutnya. Sulung dan bungsu keluarga lee memang saling gengsi untuk mengakui mereka saling menyayangi satu sama lain.
”Somi mau arum manis?” Papa lee menoleh ke belakang begitu melihat tenda penjual arum manis.
“Boleh pa.”
“Bentar tunggu dikursi sana sama mama, biar papa sama Gabriel yang antri.”
Somi tersenyum begitu lengannya di tuntut ibu keduanya itu, rasanya menyenangkan menghabiskan waktu libur bersama keluarga kekasihnya. Meski Haechan sedang beribu kilometer jauh dari jangkauannya kini, tapi berada di tengah kehangatan keluarga nya membuat ia merasa lelaki juninya kini ikut bersama mereka.
Perlakuan keluarga Haechan tak ada yang berbeda dengan atau tanpanya terhadap Somi, selalu penuh kehangatan. Apalagi ketika 2 bulan lalu fakta bahwa dalam rahimnya kini hidup salah satu keturunan mereka, sambutan keluarga itu semakin lebar menerima Somi. Ia bak dirumahnya sendiri.
Sepuluh menit kemudian papa lee dan Gabriel baru kembali, “ini arum manis untuk putriku yang paling manis.” Papa lee menyodorkannya satu cubitan arum manis.
Haechan jauh di Paris sana rasanya tak perlu khawatir dengan sang kekasih dan calon buah hati, keluarga nya menjaga perempuan jeon itu dengan penuh kasih dan kehangatan persis sepertinya.