March Issue ; Eternal Sunshine
Seperti rutinitas sebelum memulai agenda latihan mereka practice room akan dipenuhi teriakan dari ketujuhnya– ah, ralat! Sekarang hanya enam orang, Renjun belum menampakkan batang hidungnya. Haechan berlarian keliling ruangan dengan membawa sepatu milik si bungsu, siap melemparnya ke ujung lain yang tengah dinanti oleh Jeno. Sementara Mark lee, sedang memperdebatakan ide untuk tambahan koreografi mereka bersama Chenle dan seorang pelatih. Kalau Jaemin? asik menikmati americanonya dan menikmati bagaimana Jisung dibuat berlarian oleh dua kakaknya yang lain.
Renjun datang sepuluh menit kemudian, membawa satu set minuman dan makanan sesuai kesukaan masing-masing teman-temannya. “Duduk semua, makan dulu!” Tentu saja Chenle dan Jeno langsung berlari ke arahnya, berbeda dengan Haechan yang masih seru menggoda Jisung.
“Dari mana? Lama amat telatnya” tanya Mark lee begitu duduk disamping si China.
“Makan bareng Somi dulu tadi, terus beli ini semua” Haechan menghentikan aksinya begitu mendengar satu nama tersebut “WEH?! Ngapain lu ketemu cewek gue?” Ia lalu ikut duduk dilingkaran, memepet Renjun dengan gaya sok intimidasinya itu.
Yang ditanya tidak menjawab, justru asik mengunyah pizza dengan toping mozarella diatasnya. Sampai Haechan harus menghentikan tangan itu untuk berhenti menyuap, “Heh! Lo! Ngapain ketemu cewek gue?”
“Ck!” Decakan sebal itu Renjun keluarkan begitu botol colanya ikut disabotase Haechan, “Baru sempet ngasih kado, kemarin-kemarin kan dia sibuk. Jadi tadi ketemu gue ngasih kado aja, kagak bakal gue rebut cewek lo! Puas tuan Lee Haechan?” Renjun menekankan kalimat akhirnya.
Tapi rupanya sang gemini menyadari sesuatu, “Mampus! Gue lupa!” ia merutuki diri dengan menjambak rambut lalu berteriak histeris membuat seisi ruangan mendadak menatap mereka, membuat Mark harus meminta maaf pada semua staff.
“Hooh, kata Somi tadi punya pacar rasa jomblo” tak menggubris histeria temannya Renjun justru menambahi beban Haechan.
“Mending pacaran sama gue ajalah kak somi” celutkan asal bunyi dari mulut Jisung membuat lehernya menjadi korban cengkraman Haechan, “ampun bang ampun!”
“Kok bisa ada orang lupa ultah pacarnya,” Jeno akhirnya berkomentar setelah menghabiskan semangkok ramyeon nya.
“Kagak lupa ya anying! Gue udah beli kadonya cuma–“
“Cuma gak tau sekarang ditaruh dimana, soalnya gue ga sempet beres-beres abis flight kemarin, gitukan?” Jaemin menyelas Haechan yang hendak beralasan.
“Betul, terima kasih juru bicaraku.”
“Arrghh! Gimana ini? Gue kayaknya bakal dikuliti kalo sampek Somi tau kadonya ilang, eh gak ilang cuma belum ketemu aja.”
Dengan santai Chenle memberi jawaban yang sebenarnya tidak Haechan inginkan, “Beli baru aja, simple” solusi itu tidak dijawab, hanya Haechan tatap dengan malas.
“Yaudah lo telpon Somi dulu gih, dia mau menghubungi lo gak tega liat jadwal lo yang kerja 24/7 itu mumpung masih lusa flight selanjutnya.” Usulan renjun akhirnya ia setujui, Haechan hafal sekali perempuan nya tidak akan menghubungi duluan ketika jadwal mereka padat merayap, Somi selalu enggan mengganggu waktu sibuknya meski perasaan rindu sebesar Hindia selatan.
“Bentar ponsel gue mana ya?” Haechan bertanya dengan tangan yang sibuk merogoh semua sakunya, “nih” Jeno mengulurkan ponsel berwarna putih yang ada di depan nya, “bukan yang itu yang satunya” lalu gantian Jisung yang kini menyodorkan ponsel lain yang tadi ia gunakan untuk memutar lagu, “ini bang”
“Satunya lagi, itu buat kerjaan.” Ucapan Haechan membuat semua teman-temannya menghela napas, banyak sekali Handpohone gemini satu itu.
“Handphone lo berapa sih gemini?” Jeno kini melemparnya dengan bekas kaleng soda. Haechan masih sibuk mencari keberadaan ponsel kesayangannya, “Di saku jaket udah dicari?” Pertanyaan yang dilontarkan Jaemin sekaligus memberikan jawaban yang ia cari, benar saja ponselnya untuk urusan pribadi itu ia taruh di saku jaket yang ia lempar saja ke sofa tadi.
“Dia punya Handpohone banyak buat apasih?”
“Palingan buat caper ke anak gadis orang”
“Kok mau Somi sama begajulan begitu, sampek ultah aja lupa” jari Haechan diletakkan di depan mulut Renjun yang berkomentar sedari tadi, “ssst gue mau telpon ayang!”
Mark tertawa mendengar kelakaran adik-adiknya, “kok bisa orang lupa ultah pacarnya,” ia menggelengkan kepala tak masuk akal sampai pertanyaan Jeno ikut serta membuatnya panik “Btw bang, kemarin teh Yeri lo kado apa?”
“Hah?”
Mari lupakan Mark yang juga lupa ultah sang kekasih itu, kembali pada Haechan yang tengah menggerutu sebal lantaran Somi tak kunjung menjawab panggilan nya. Sampai suara sang manager mengintrupsi mereka semua untuk segera bersiap melaksanakan latihan, Haechan mengetikkan beberapa pesan, dan mengirimkan voice note, “lu jangan tidur dulu pulang latian nanti gue mampir, gue delivery order makanan kesana, awas lu gak ada di apart” pesan yang daripada berisikan kalimat romantis justru berisi ancaman, entahlah suka-suka Haechan saja bagaimana ia menjalani hubungan nya dengan Somi.
Lima jam berlalu, kini Haechan tengah merasakan dinginnya lantai ruang latihan dengan punggungnya yang tak terbalut apa-apa, jisung disampingnya berdebat dengan Chenle tentang antariksa dan alien. Sementara Jaemin dan Mark sibuk memesan makanan, mereka kelelahan dan sedang butuh untuk mengisi energi.
Sampai tiba-tiba Haechan bangkit dari posisi tidurnya dan mengusulkan sebuah permainan sambil menunggu makanan mereka tiba, “Yang kalah minum!”
“Oke deal!” Ide itu langsung disetujui begitu saja, melupan sesuatu yang harusnya ia lakukan.
Entah bagaimana permainan itu berubah menjadi ajang tes siapa yang paling tinggi kadar toleransi alkhoholnya, berakhir dengan Haechan yang kepalanya berada dilantai dengan wajahnya yang mulai memerah.
Ponsel Haechan berdering, Mark menjadi satu-satunya member yang masih memiliki kesadaran penuh memeriksanya, “Chan! Chan! Telpon dari Somi! Chan!” seperti biasa Mark dengan segala kepanikan nya.
Haechan dengan setengah kesadaran nya meminta Renjun menampar pipinya kanan kiri sebelum mengangkat telpon dari sang pacar, “oy yang kenapa?”
“Lo latian sampek jam berapa? Jadi kesini kagak sih?” Haechan menepuk dahinya sendiri, sial ia lupa lagi.
“Hooh iyaaa ini selesai cintaku, wait bentar ya jangan ditinggal tidur!” Haechan tergopoh mengemasi barang-barangnya sampai tak sengaja tersandung kaki Jeno, “ADUH!”
Dari seberang telpon Somi menghela napas, “yaudah hati-hati gak usah buru-buru, pake taksi aja kalo kecapekan, atau bisa besok aja ketemunya kalo hari ini ca–“
“Enggak! Sekarang aja ketemunya, kangen ayang, mau di puk-puk ayang” Haechan merajuk dengan suara yang dibuat seimut mungkin, membuat teman-temannya mual.
Dan disinilah Haechan, sedang menunggu pintu apartemen dibuka oleh sang pemilik dari dalam, dengan keadaan yang sepertinya sudah diambang kesadarannya, “yaaang!”
Haechan menjatuhkan kepalanya di pelukan Somi begitu pintu terbuka, menelusup mencari aroma favoritnya, “hggg kangen pacarkuu banget”
Tepukan di punggungnya mau tak mau membuat ia terpaksa melepas pelukan, “ish! Lo mabok ya! ah elah!”
“Hehehehehe, kiss ayaang” Haechan memajukan tubuhnya, hendak meraih pinggang Somi tapi perempuan itu menghindar, tangannya mendorong dada bidang yang biasa ia jadikan sandaran kala sedang menonton film bersama itu “ih gak mauuu! Lo mabok!”
Setelah drama kejar-kejaran untuk sebuah ciuman itu berhenti, Haechan duduk bersila memakan makanan yang ia pesan sendiri tadi, Somi menjulurkan sekaleng minuman penyegar yang telah ia bukakan, “lo masih lahap gitu padahal baru makan?”
“Hooh laper yang laper”
“Bukannya abis makan sebelum kesini?” Haechan memicing mendengar pertanyaan kekasihnya itu, “Kok tau gue abis makan?”
Somi melanjutkan menguyah makanannya sembari menjawab dengan enteng, “Renjun kasih tau”
Tiba-tiba saja Haechan menggebrak meja, menuding somi dengan dua sumpitnya dengan memicingkan mata “Lo! Ada hubungan apa sama Renjun?”
“Aishh! Kaget bodoh!”
“Lo selingkuh ya sama Renjun?”
“Heh? Selingkuh kok sama Renjun, mending Jeno lah”
“Oh! Oh! Oh! Kamu ada niat selingkuh sama Jeno ya? Udah gak sayang Haechan lagi ya? Aku kurang apaaa Somiiiii?” Dan mulai lagi dengan drama yang Haechan ciptakan sendiri.
Karena kesal Somi menyumpal mulut Haechan yang hendak terus mengoceh itu dengan makanan, “Selingkah selingkuh makan tuh selingkuh”
Haechan menatap Somi malas, pura-pura merajuk dan enggan menghadap kearahnya.
“Ngapain sih?”
“Haechan ngambek sama Somi!”
“Yaudah gue ambekin balik!”
“Yaaaaaang!”
“Ih! bujuk dong kalo pacarnya ngambek!”
“Gak! Lo drama banget! Udah cepet abisin makannya!”
“Galak kayak Renjun!” Somu tidak menggubris, biar saja Haechan bergelut dengan ocehan nya sendiri.
“Jangan-jangan kamu emang beneran sama Renjun ya, makanya galaknya sama?”
“Gue gebuk ya lo lee haechan!” Somi mengangkat piringnya sendiri, seolah akan segera melayangkan benda itu kearah sang pacar “ampun ampun ampun hehehe i love you so much”
Setelah menghela napas berkali-kali Somi akhirnya mengatakan alasan mengapa ia kerap kali menghubungi Renjun, ia hanya bertanya apa yany sedang kekasihnya lakukan, sepadat apa kesibukannya, selelah apa rutinitasnya, karena Haechan dan kesibukannya akan melupakan segalanya termasuk mengirimkan kabar.
Somi punya kesibukan yang luar biasa, sebulan bisa 2 kali ke luar negeri, sedang Haechan bisa sampai 3 atau 4 kali. Mereka jarang punya waktu luang bersam, Haechan di Korea, Somi pergi ke luar negeri, begitu Somi pulang Haechan ke luar negeri. Bahkan pernah mereka tidak bertemu sampai 2 bulan lebih, karena jadwal yang tidak pernah selaras itu.
Maka di waktu luangnya Somi seringkali mencari tau aktivitas Haechan lewat teman-teman nya, bukan tidak bertanya langsung pada Haechan. Hanya saja pemuda itu akan langsung menuju ke tempatnya begitu ia kabari kalau sedang rindu, meski sepadat apa jadwalnya. Somi lebih suka bertanya kepada teman-temannya, daripada menggangu Haechan dengan bertanya langsung padanya. Setidaknya ia tau, kalau kekasihnya tetap baik-baik saja meski tidak berkabar.
“Yaaang? Kamu bisa hubungi aku kapan ajaloh”
“Hmmm tau emang bisa, tapi gue gak mau ganggu”
“Gak ke ganggu tuh, aku seneng kalo kamu ngechat dan bilang kangen!”
“Iya tapi abis itu lo langsung kemari bolos latian lagi, terus kena marah manager lagi?”
“Alah cuma omelan kecil, daripada kamu nahan kangen kan?”
Somi menggenggam tangan Haechan, “aku gak papa Hyuck, aku ngertiin kesibukanmu, yang penting kamu sehat ga lupa istirahat, dan gak maksain kapasitas diri kamu. Jangan sempet-sempetin nyamperin aku kalo emang gak ada waktu dan capek, kalo lupa ngasih kabar jangan nyalahin diri sendiri juga kerjaanmu kan banyak. Aku bisa kok nyari tau kabarmu lewat mana aja, oke?”
“Gak oke!” Haechan menggelengkan kepalanya dengan gemas, “yaaang?”
“Kamu pacaran sama aku, jadi komunikasi juga sama aku. Jangan cuma mikirin gimana sibuk dan capeknya aku aja, kamu bebas gangguin aku kapan aja. Kalo kangen cepet bilang, biar aku curi waktu buat kita pacaran. Oke cantik?”
Somi mengangguk paham, lalu dengan sukarela masuk kedalam dekapan hangat Haechan, “Sayang Haechan banyaaak banget”
“Sama, aku juga sayang Haechan banyaak banyaaak”
“Ish!” Somi memukul punggung Haechan, selalu saja seperti itu mematahkan momen romantis dengan ucapannya yang asal-asalan.
Haechan mengelusi rambut Somi, sampai gadis itu menyadari sesuatu, “Eh kamu belum cuci tangan ya?”
“Belum, cuma dijilat aja”
“LEE HAECHAN! GUE BARU KERAMAS TADI SIANG!” Haechan tentu saja sudah berlari sebelum rambutnya jadi bahan amukan Somi.
“Ahahahahaha maaf sayangku”
“SINI GAK LO?!”
Setelah drama kejar-kejaran yang kesekian kali itu, mereka tentu berakhir diranjang. Hal yang harusnya sudah tertebak dari awal, tujuan bertemu mereka adalah untuk mengembalikan energi, saling memuja untuk memuaskan kebutuhan biologis masing-masing.
Kini Somi menatap Haechan yang langsung terlelap begitu mereka menyelsaikan satu putaran permainan, pemuda itu langsung tertidur begitu ia peluk.
“Cih! Orang-orang kok bisa dapat aftercare? Gue ditinggal tidur, itupun masih mending kalo besok pagi tidur disini gak keburu latian” Somi mendumel sendiri, merasa sebal melihat trend yang bersliweran tentang bagaimana para perempuan memamerkan aftercare pasangan mereka, lihatlah Haechan? Tidur dengan tenang, apalah ikut trend, yang penting kekasihnya punya waktu untuk istirahat.
“Selamat istirahat gom gom” satu kecupan Somi hadiahkan di dahi kekasihnya, lalu ia ikut masuk ke dalam selimut, meringsut kedalam pelukan Haechan.
Ya begitulah bagaimana nano-nanonya hubungan Somi dan Haechan, sedikit diluar nalar tapi masih cukup normal untuk seorang Lee Haechan dengan segala titel tingkah ajaibnya.