Raline terbangun dari tidurnya saat matahari sudah jauh merangkak di langit. Terlalu siang untuk di katakan bangun pagi. Masih dengan malas bahkan untuk mengumpulkan nyawa ia merogoh nakas di samping tempat tidurnya, mengambil ponsel yang rupanya sudah berdering puluhan kali.

Rupanya panggilan tak terjawab dari beberapa teman, keluarga dan entahlah Raline malas membacanya. Baru saja akan terlelap kembali, tapi kini ponsel suaminya ikut berdering.

Ah suami....

Sebenarnya masih sangat aneh menyebut panggilan itu, bahkan hanya di sebut dalam hati saja Raline merasa pipinya memerah. Menikah efeknya memang seluar biasa inikah?

” Yang.. ponsel kamu bunyi tuh...” Ujarnya sambil menepuk-nepuk punggung tangan Harsa di atas perutnya.

Iya sedari semalem mereka tidur dengan posisi seperti itu, Harsa memeluknya erat tak di lepas barang semenitpun. Aih nikmatnya punya suami.

” Hmmm...biarin..” Harsa menjawab sekenanya, setengah bergumam. Bahkan kini ia semakin mengeratkan pelukannya. AC kamar mereka sepertinya terlalu dingin, maka dari itu Harsa butuh pelukan hangat istrinya.

Istri, tidak menyangka mereka sudah melangkah sejauh ini.

Kesal dengan suara ponsel yang terus berdering, Raline akhirnya memutuskan untuk bangkit dari tidurnya. Namun sial suaminya itu menahannya dalam dekapan. Seolah tak membiarkannya menjauh barang sesentipun. Posesif. Tapi Raline suka sisi posesif Harsa.

” Bentar deh yangg.... Angkat dulu itu ada telpon..”

” Udah biarin, ah kamu mah itu anak-anak dari semalem emang.”

” Siapa tau penting, coba sekali aja angkat biar ga bunyi terus...”

Bukannya menurut saran istrinya Harsa justru semakin menelusupkan wajahnya pada bahu Raline, yang mana piyama tidurnya sedikit melorot memang.

” Ih gelii... Jangan ndusel gini deh kayak kucing aja.”

” Aku kan beruang....”

Raline hanya memutar bola matanya malas, Harsa mode manja sedang kambuh rupanya.

” Angkat dulu itu telponnya sayang.... Berisik banget dari tadi...”

” Ck... Di bilangin itu anak-anak iseng yangg emang sengaja mau gangguin kita aja udahlah biarin. Mending sini mepetan aku lagi, pelukan aja kita.”

Harsa menarik tubuh Raline yang sudah sedikit menjauh. Kembali menempelkan mukanya di tubuh sang istri. Aleman.

” Udah siang ih aku mau bangun, pamali bangun kesiangan. Nanti rejekinya di patok ayam, kalo kamu miskin anak kita mau makan apa hah?”

Raline memang mengomel tapi bukannya takut Harsa justru tersenyum lebar, aih membayangkan ada anak di antara mereka ternyata membahagiakan ya. Jadi tidak sabar.

” Heh! Malah mesam-mesem, bangun pak bangun!”

” Santai yangg anak kita ntar minumnya kan ASI kamu jdi tenang meskipun rejeki di patok ayam.”

Plakk

Raline dengan kesal menggeplak lengan suaminya. Memang kadang mengobrol dengan Harsa itu memancing emosi.

” Yaudah kalo kamu gamau bangun, minggir! Aku mau bangun sendiri terus mandi.”

Raline menyingkap selimut tebalnya, merapikan bajunya yang sempat sedikit melorot. Lalu bergegas menuju kamar mandi, namun langkahnya terhenti di depan pintu ketika Harsa memanggil.

” Yangg masa aku di tinggal sendiri?”

” Ya terus? Kamu juga gamau bangun tadi.”

” Mandi bareng yok!” Dengan semangat Harsa berucap bahkan sambil mengedipkan mata menggoda istrinya.

“GAK ADA!!”

Setelahnya pintu kamar mandi di tutup begitu keras oleh Raline, membuat Harsa terbahak sendirian di atas ranjangnya. Aigo lucu sekali istrinya, masih aja malu kalau di goda.

Harsa lalu mengambil ponselnya, mematikan daya. Lalu meletakkan asal ponsel tersebut di bawah ranjang. Masalah selesai. Para pengganggu nakal itu tidak akan lagi bisa menganggu tidurnya kali.

Sungguh rasanya Harsa lelah, semalam tidak cukup tidur. Badannya remuk, terlalu banyak aktivitas di hari sebelumnya, bahkan sampai begitu larut malam.

Eh dengan kurang ajarnya teman-teman nya itu justru mengganggu waktu istirahatnya.

Mengganggu malam pertamanya.