—Salah, tapi bukan kesalahan.
” Harusnya malam itu berakhir, tidak lagi di bawa ke masa depan apapun tentangnya lagi...”
Raline mendesah lega ketika ia membuka pintu kamar di atas ranjangnya ada Madaharsa yang terlelap.
Gadis itu tadi terburu-buru pulang ketika kelas usai saat Nala-teman segeng Harsa, memberitahunya bahwa Harsa kabur dari rumahnya.
Kali ini entah pemuda itu kabur karena apa, yang jelas ia bukan sekali dua kali melakukannya. Rasanya tiap kali ia beradu argumen dengan mama, atau yang paling sering dengan papanya ia akan kabur.
Harsa tipe orang yang enggan di dikte untuk melakukan apapun, ia cenderung bergerak karena kemauan dan prinsipnya sendiri. Bertolak belakang dengan keinginan kedua orang tuanya yang menginginkan dia menjadi anak penurut.
Beruntung akhir-akhir ini jika kabur Harsa akan bersembunyi di tempat Raline. Tidak lagi ke bar, menyewa kamar hotel atau paling parah ke luar negeri.
Perlahan Raline menghampirinya, duduk di sisi ranjang sambil memandangi wajah tampan pemuda itu. Harsa saat tertidur memancarkan aura yang berbeda, ia terkesan seperti anak kecil yang lugu dan polos. Akan sangat berbeda ketika ia terbangun, terlalu menyebalkan tingkah lakunya.
Raline mengelus pelan pipi gembilnya, Harsa itu suka makan dan malas berolahraga makanya ketika teman-temannya pamer perut roti, dia cuma nyengir pamer perut bayi. Tapi Raline bilang dia lebih suka Harsa yang seperti itu, makinlah menjadi motivasi bagi Harsa untuk tidak meratakan perutnya.
Tidak, sebenarnya Raline suka Harsa mau bentuknya seperti apapun.
Rupanya elusan lembut tangan Raline membangunkan tidur nyenyak Harsa, ia mengerjakan mata beberapa kali sebelum akhirnya menarik Raline kedalam pelukannya.
Atau bisa di sebut kini Raline berada di atas dadanya.
Dengan wajah sedekat itu hembusan nafas mereka beradu, tak perlu waktu lamapun kedua candu itu bertemu, berbagi rindu katanya. Apapun rasanya, bagi Harsa milik Raline akan selalu manis, melebihi gula termanis di seluruh penjuru dunia.
Cukup lama, Raline akhirnya melepaskan diri. Ia menarik nafas dalam, Harsa selalu membuat mabuk kepayang.
” I want you baby ...”
Sebenarnya tanpa di ucapkan pun Raline sudah tau, mereka akan berakhir dengan kegiatan menguras keringat itu, mencari kenikmatan yang bisa seolah saling membawa menuju surga, katanya.
Ya semoga tidak berakhir di neraka saja.
Setelahnya tidak ada lagi kata-kata, selain desah saling memuja. Harsa terlalu ahli untuk menanggalkan bajunya dalam sekali tarik. Bahkan Raline tak tau sejak kapan ia tanpa sehelai benangpun, ia hanya sibuk menikmati permainan Harsa di atasnya.
Permainan pemuda itu biasanya sedikit kasar dan tak jarang menyakitkan, tapi Raline rasa malam ini Harsa berbeda. Lebih lembut dari biasanya, bahkan terlalu lembut. Benar-benar begitu memujanya, Raline semakin mabuk kepayang.
” Baby...i will...” Gumam Harsa sedikit terengah, pertanda ia sampai pada puncak kenikmatan tertinggi.
Raline selalu liar dan luar biasa, tidak pernah mengecewakan rasanya. Selalu berhasil membawa Harsa pada rasa surga yang tak ia dapatkan dari wanita lain.
Harsa mencabut miliknya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang keduanya. Agak berbeda dari biasanya yang bisa menghabiskan belasan ronde semalam.
Harsa lalu mengecup pelipis Raline cukup lama, seolah menyampaikan perasaan yang tak pernah bisa ia ucapkan. Lalu memeluk Raline begitu erat, seolah dunia akan merebut perempuan itu kapan saja dari dekapannya.
Raline jelas merasakan perbedaannya, Harsa tak seperti biasanya. Harsa tak pernah selembut itu menjamahnya, Harsa tak pernah mengecupnya lama selepas kegiatan panas mereka.
Tapi karena terlalu lelah Raline memilih ikut menyusul Harsa ke alam mimpi daripada memikirkan perbedaan pemuda di sampingnya itu.
Tidur Raline malam itu begitu nyenyak, hangat dekapan Harsa membawanya pada kualitas terbaik tidurnya selama ini. Bahkan saking nyenyaknya, ia baru menyadari ketika bangun di esok harinya jika Madaharsa tak lagi di sisinya.
Pemuda itu pergi, tak meninggalkan sepatah katapun. Hanya meninggalkan sebuah undangan pernikahan di atas meja riasnya.
Raline rasanya ingin marah, melampiaskan kekecewaannya, tapi kemudian dia sadar memangnya dia dan Harsa terikat apa?
Selama ini tak pernah ada ikatan kepemilikan atas keduanya, pun ucapan kata cinta. Selama ini yang terucap ketika mereka bersama hanya umpatan kenikmatan ketika saling berhasil memuaskan. Hubungan mereka memang hanya sebatas itu, tidak pernah lebih.
Semalam Raline terlalu terlena akan kelembutannya, sampai tak menyadari bahwa itu adalah akhir dari mereka. Itu adalah perpisahan yang Harsa ciptakan lebih manis. Ia juga tidak menyadari jika malam itu Harsa tidak memakai pengamannya, bibit terbaiknya ia biarkan melebur dengan produksi masa subur Raline.
Mau bagaimanapun, janin itu akan segera tumbuh. Ini adalah salah tapi bukan lahirnya kesalahan.