—Salah, tapi hadirnya bukan kesalahan.

Raline menatap puluhan tespack di depannya, di coba berkali-kali pun dengan berbagai merk berbeda hasilnya tetap sama. 2 garis merah itu harusnya jadi kabar bahagia bagi setiap perempuan, itu tandanya mereka akan segera menjadi seorang ibu dari calon malaikat kecilnya.

Tapi Raline justru menangis histeris, bagaimana bisa ia akan menjadi seorang ibu tanpa gelar Istri terlebih dahulu?

Teledor sekali dia membiarkan rahimnya terisi sebuah nyawa, harusnya malam itu dia menyadari bahwa tak ada pengaman yang membentengi permainan mereka.

Ia harus bagaimana?

Harsa tidak akan bertanggung jawab, laki-laki itu hari ini menikah.

Apakah Raline harus mengemis di depan keluarganya? Meminta istrinya untuk berbagi suami? Itu adalah pilihan buruk, bahkan kemungkinan paling buruknya bisa saja keluarga laki-laki itu akan memintanya melakukan aborsi.

Lagipula tidak pernah ada ikatan apapun bukan di antara keduanya? Tidak pernah ada perjanjian apapun juga. Raline dan Harsa hanya sepasang teman, yang ketika malam saling berbagi kenikmatan.

Raline rasanya ingin mengakhiri hidupnya sekarang, tapi jika ia bunuh diri apa bedanya dia dan kedua orang tuanya yang tega meninggalkan dia seorang diri di tengah kekejaman dunia ini?

Raline benci bunuh diri.

Gadis itu kini mengelus perutnya yang masih rata, ah ralat bukan gadis lagi lebih tepatnya perempuan. Di dalam tubuhnya kini ada kehidupan lain, kehidupan yang tak pernah Raline pikirkan akan hadir secepat ini.

Ia sempat berpikir untuk membunuh janin tak berdosa itu, tapi apakah tuhan akan mengampuninya? Bahkan ia telah berdosa dengan menghadirkannya, apakah ia akan menambah dosa lagi dengan melenyapkannya?

Raline tidak sekeji itu.

Cukup dia saja yang di buang orang tuanya, jangan dengan calon anaknya.

Maka dari itu Raline memutuskan untuk merawat kandungannya, ia harus jadi seorang ibu yang baik. Ia harus bisa membesarkan anaknya sendiri.

Bayi itu harus lahir. Harus.

Apapun yang terjadi akan Raline lalui untuk kelak hidup bersama anaknya. Ia akan merancang hidup berdua di masa depan bersama buah cintanya. Ah buah cinta ya?

Benarkah anaknya tercipta karena cinta?