—Salah, tapi hadirnya bukan kesalahan.

Mahesa selalu senang tiap kali ia menampakkan kakinya di sekolah, ia senang bertemu dengan bu guru, bermain perosotan dan ayunan, bermain bersama Yuan dan teman-teman lainnya. Meski kadang ia di anggap berbeda, hanya karena tidak pernah di tunggui mama di depan kelas. Atau bahkan beberapa temannya suka mengejek, Esa tidak punya papa seperti mereka hanya karena ia tak pernah pulang di jemput papa.

Tapi ia tak ambil pusing perkataan temannya itu, Esa kan punya papa. Hanya saja kata Mama papa sedang bekerja di tempat yang jauh, tidak bisa pulang. Papa harus bekerja untuk membeli mainan nanti, lihat saja nanti kalau papa pulang Esa akan minta mainan yang mahal.

Oh tentu saja tidak lupa minta es krim, seperti yang papinya Yuan sering belikan!

Mahesa menatap gadis kecil di sudut kelas yang sedari tadi terdiam, dan enggan bicara. Bu guru bilang tadi namanya Nesa, murid baru pindahan.

Esa menatap Bu guru yang tengah sibuk melerai teman-temannya, lalu mendesah pelan sebelum akhirnya memutuskan menghampiri gadis kecil itu.

” Halo Nesa...” Sapanya ramah.

” Hai...” Si gadis menjawab dengan lirih.

” Mau main sama Esa?” Tawarnya sambil menggoyangkan potongan puzzle di tangannya.

” Esa?”

” Iya, namaku Esa. Mahesa Sadajiwa, keren kan namaku? Itu mama loh yang buatin.” Gadis cilik di depannya hanya mengangguk saja mendengar celotehan Esa.

” Aku Nesa, papa yang kasih nama.” Cicitnya pelan, dia masih merasa takut berbicara dengan orang baru, meski sepertinya Mahesa adalah teman yang baik.

” Wah keren kamu punya papa.”

” Eh? Semua orang kan punya papa.” Nesa merasa aneh, bagaimana bisa memiliki papa di anggap keren. Apakah itu sebuah prestasi?

” Aku gak punya papa....” Mahesa berucap pelan tapi tangannya tetap fokus merangkai puzzle, bahkan ia berbicara tanpa memandang Nesa.

” Eh punya ding, hehehe papaku lagi kerja jauh kata mama. Doakan cepet pulang ya Nes, biar aku juga punya papa kayak kamu.”

” Iya, semoga papa Esa cepat pulang dari kerjanya ya biar sama kayak papa peluk aku tiap pulang.” Keduanya lalu tersenyum bersama, saling mengaminkan doa supaya papa Mahesa cepat pulang dari bekerja.

Semoga!

Bu guru yang tidak sengaja mendengarkan percakapan keduanya pun ikut mengaminkan doa itu, Mahesa anak yang baik dan begitu cerdas. Tapi ia sering terlihat bersedih ketika pulang sekolah, hanya karena melihat teman-temannya berebut pelukan papa di depan gerbang sekolah.