—Salah, tapi hadirnya bukan kesalahan.
Dari pagi Mahesa begitu bersemangat, ia bahkan berlompatan kesana kemari. Membuat Raline cukup lega, setidaknya anak itu tidak lagi memikirkan pertanyaannya yang semalam.
Raline duduk di samping Lala, menyaksikan prosesi wisudawan putranya mereka berada di barisan depan sendiri. Ini sih permintaan Juan, katanya nanti kalau duduk di belakang mereka gak bisa liat ketampanan Yuan sama Esa.
Airmata Raline kembali menetes ketika nama Mahesa Sadajiwa di sebut, anaknya itu harus memakai namanya sebagai wali tidak seperti semua teman-temannya yang memakai nama ayah mereka. Tidak seperti Anesa Dyah Hestamma yang bisa memakai nama ayahnya sebagai wali.
Rupanya setelah prosesi wisuda berakhir, ada pengumuman tentang siapa saja murid yang berprestasi entah tentang akademik mereka atau tentang keikutsertaan lomba antar sekolah.
Nama terakhir yang di panggil untuk menerima penghargaan adalah Mahesa Sadajiwa, ia menerima penghargaan sebagai murid teladan. Ah bangganya Raline, putranya begitu luar biasa.
Lalu ketika ibu guru meminta Mahesa memberikan sedikit kata yang ingin di sampaikan, anak itu tersenyum lebar terlebih dahulu. Malah dengan pedenya melambaikan tangan ke seluruh tamu undangan, membuat semua orang tertawa karenanya.
” Ehmm..e... Terimakasih kepada Tuhan dulu, kata Mama yang nomor satu itu Tuhan, hehehe....”
” Terimakasih mama udah gedein Esa, ngajarin Esa sampek pinter, sayang sama Esa, Esa sayang Ma muach...”
Raline menangis haru mendengarnya, ah bayinya sudah besar.
” Bu guru terimakasih udah ngajarin dan ngasih tau Esa banyak hal, Tante Lala, om Juan terimakasih udah sering bantuin Esa. Yuuaaaan, Nesaaaa makasih udah mau temenan sama Esa! Semuanya makasih ya teman-teman.”
Setelah berbicara heboh seperti itu Mahesa langsung memberikan kembali mic nya pada bu guru,
Namun sepertinya dia melupakan satu hal, ia kembali meminta mic untuk mengucapkan kalimat terakhir.
” Lupa, hehehe. Ini buat Papa, Pa sebenarnya Esa benci sama Pa, karena Pa gak pernah pulang bahkan ga pernah telpon Esa kayak Om Juan yang kalo pergi jauh selalu telpon Yuan, tapi terimakasih ya Pa udah bikin Esa ada di dunia. Bu guru bilang kalo gak ada mama sama papa, maka Esa ga bisa lahir. Makasih Pa.”
Raline kini tak lagi menahan isakannya, ia tersedu-sedu. Begitu keras sampai Lala memeluknya erat, menenangkannya karena mereka kini menjadi pusat perhatian.
Tak lama Mahesa berlari setelah turun dari podium menghampiri mamanya, memeluk mamanya dengan erat.
” Ma, maaf ya tadi Esa sebut Pa. Maaf ya Esa buat mama nangis lagi. Janji abis ini Esa gak akan sebut Pa lagi.”
Ucapan itu semakin menyesakkan dada Raline, seoalah belati yang tajam menghunusnya sejahat itukah ia kepada putranya?
Mahesa maafkan mama, papamu tidak bisa kamu miliki seorang diri, ia milik keluarga lain.