Ran;

relationshipherge

#Relationshipherge

Perempuan itu berdiri di depan rumah kostnya, daster yang ia pakai tak mampu menutupi perutnya yang membuncit. Ia menatap nyalang pada pria di depannya seolah tatapannya adalah pedang yang siap menghunus kapan saja, “Ge…” suara yang sudah lebih dari delapan bulan tak terdengar telinganya, suara yang tak pernah ia harap dapat terdemgar lagi kini kembali menelusup gendang telinganya.

“Pulang.” Suaranya begitu lugas, dan tegas. Tapi membuat siapapun yang mendengarnya tercabik-cabik hatinya.

“Gladys..”

“Kalo lo mau pergi, pergi aja! Jangan muncul dihadapan gue lagi. Lo udah ninggalin gue, jangan balik lagi!” Herda menunduk, tak kuasa mendengar ucapan lantang yang menyayat dadanya.

“Maaf,” Gladys berjalan cepat ke arah Herda, melayangkan sebuah tamparan keras di pipi pria itu membuat semua orang meringis mendengarnya.

“Lo tuh berengsek tau gak?! Lo tau gue benci di tinggalin, lo janji ga akan pergi tapi lo ngilang gitu aja! Lo tau gue gak punya siapa-siapa lagi, tapi” Gladys menjeda amarahnya, “Lo ninggalin gue sendiri.” Tangannya reflek mengelus perut buncitnya.

Setelahnya ia berbalik badan, beranjak meninggalkan Herda dengan segala penyesalan dan rasa bersalahnya. Herda begitu pilu melihat Gladys setegar karang tak meneteskan air matanya sama sekali, Gladys yang berpura-pura kuat begini lebih menyakitinya daripada Gladys dengan derai air mata.

“Gue gak akan ngemis-ngemis supaya lo menetap, pergi aja Herda jangan balik lagi!”

Gladys berjalan memasuki rumahnya begitu melihat Haiyan keluar rumah dengan menenteng trashbag yang akan ia buang, Iyan keheranan melihat banyak orang di depan rumah temannya sepagi ini, “Aws…” Mendengar ringisan Gladys, Haiyan reflek membuang bawaan ditangannya dan menyambut tangan Gladys yang mencengkram tangannya, “Iyan adeknya nendang?”

Terlihat jelas sekali raut muka antusias Gladys, meski dengan ringisan ia begitu bahagia. Ini adalah pertama kalinya bayi dalam kandungannya menendang seperti ini. Di elusnya lembut tendangan-tendangan yang semakin keras itu “Iyan, dia gerak-gerak.”

Herda menarik lembut tangan Gladys lalu membalik tubuh perempuan hamil itu untuk meghadapnya. Kedua tangannya menahan tangan Gladys untuk tidak berbalik, ia berjongkok di depan perut buncit perempuan yang siang malam menghantuinya dengan perasaan bersalah di New York.

“Hai, adek ini papa,,”

“Kamu sehatkan di perut mama? Gak nakal kan sama mama? Kamu..” Herda tak mampu melanjutkan kalimatnya ia kini menangis menempelkan dahinya ke perut Gladys, merasakan tendangan halus dari dalamnya.

Gladys memundurkan tubuhnya memberi jarak diantara Herda, “Lo bukan papanya.”

“Ge?”

“Lo pikir gue cewek baik-baik yang cuma tidur sama lo? Gue cewek murahan yang bisa tidur sama siapa aja demi uang!” Kali ini suara Gladys bergetar, ia berjalan cepat memasuki rumah.

Beberapa menit kemudian ia kembali dengan sebuah koper yang ia lempar ke hadapan Herda, “Uang bokap lo! Gue gak butuh!” Gladys meninggalkan Herda yang mematung di depan rumah, dengan lengannya yang di tuntun Haiyan.

Herda mengepalkan tangannya, hendak menyusul masuk ke dalam rumah tapi Alwi menahannya “Fer, pulang dulu temui bokap lo. Jangan paksa Gege sekarang, gak usah khawatir bayi yang dia kandung itu anak lo.”

Herda meninggalkan teman-temsnnys begitu saja, melesatkan mobil Alwi menuju kantor ayahnya, bagaimana bisa tua bangka itu menolak menyembunyikan kehamilan Gladys darinya.