Tanpa melihat Somi tau siapa yang sedang berusaha membuka password apartemen pribadinya, hanya butuh sepuluh detik untuk si pelaku memunculkan batang hidungnya di ruang tengah tempat Somi kini sedang bersantai menonton TV.

“Yang ada paket nih di depan, beli apa berat banget?” Haechan mengangkat kardus paket yang tadi dia temui di depan pintu unit kekasihnya.

“Ada deh,” Somi meraih kardus paket tersebut lalu melenggang pergi meninggalkan Haechan sejenak.

Haechan melepas coat tebalnya, dan menyimpan barang bawaannya di meja dapur, ada beberapa makanan yang ia beli.

“Kamu beli makanan gak sayang?” Teriak Somi dari dalam kamarnya, “ada aku belanjain stok daging juga buat kamu masak tuh.”

“Snacknya zorro?” Gadis itu sudah memakai piyama tidurnya, lalu ikut duduk di sebelah Haechan yang kini menyenderkan punggungnya ke sofa.

“Ada tuh, mana si galak sekarang?”

Jemari lentik Somi mengelus lembut permukaan wajah Haechan yang kini memejamkan mata dari samping, “Ku masukin rumahnya, alergi kamu makin parah akhir-akhir ini. Jadi Zorro dikandang dulu, mamanya mau manjain papa.”

“Ahahahahaha, sini naik aku pingin peluk yang lama.” Detik berikutnya Somi sudah berada diatas pangkuan Haechan. Memeluk erat pria yang hampir dua minggu tidak ia temui itu.

Tentu saja dengan manja Haechan menelusupkan wajahnya ke perpotongan leher sang puan, menghirup dalam aroma menenangkan yang datang dari tubuh Somi. Aromaterapi paling ampuh untuk melepaskan penatnya tiap kali menyelesaikan tur dunia.

Haechan tak butuh psikolog untuk menenangkan pikirnya yang begitu penuh. Haechan tak butuh terapis untuk membantunya menyembuhkan lelah. Haechan tak butuh obat-obatan untuk membuatnya sembuh dan tertidur tenang. Ia hanya butuh dekapan Somi, yang hangat dan paling menenangkan persis seperti dekapan mamanya.

Untuk apa mendengarkan musik relaksasi berjam-jam demi bisa tertidur? Haechan hanya butuh Somi berbisik pelan di telinganya sebelum tidur, maka ia akan nyenyak. Selama ada Somi Haechan rasa dunianya akan berjalan baik-baik saja.

“Kamu libur berapa hari?”

“4 hari, abis itu aku ke Jepang lagi.”

“Sayangku jaga kesehatan ya? Aku ga suka kamu sakit.” Somi meletakkan kepalanya diatas dada sang pacar yang rupanya makin hari terasa makin bidang. Ia suka mendengarkan detak tak karuan milik Haechan tiap kali mereka berpelukan.

“Udah minum obat herbalnya belum kamu?” di tanya demikian Haechan melepas pelukannya dan menyengir tanpa dosa, bersiap mendengar ocehan panjang Somi setelahnya.

“Belum, aku lupa.”

“Ck! Kebiasaan, tapi bawakan?”

Gelengan Haechan membuat Somi bangkit dari duduknya, “tadi aku buru-buru kesini yang, lupa ga bawa obatnya.”

Tanpa menghiraukan alasan Haechan, Somi masuk kedalam kamarnya kemudian kembali dengan membawa obat herbal yang biasa Haechan minum.

“Untung tadi paketnya udah dateng, sengaja nih aku beli stok obat kamu.”

“Astaga yang? Jadi tadi paket itu obat aku?”

“Huum, kamu suka alesan lupa ga bawa kalo kesini. Jadi yaudah aku stokin aja.”

Somi kembali duduk dipangkuan Haechan, lalu membuka penutup obat herbal tersebut dan bersiap menegakkannya ke Haechan “yang bentar turun dulu, baunya engga enak nanti aku muntah kena kamu loh.”

“udah gausah alesan.”

Dengan cekatan Somi menegakkan obat tersebut, membuat Haechan mau tidak mau melakukannya dalam satu tegukan. Ia menahan bau tidak sedap dari obat herbal tersebut, susah payah memaksa agar tidak ia muntahkan seperti biasanya.

Hal yang justru membuat Somi terkikik melihat wajah merah kekasihnya, ia lalu menunduk untuk mengecup singkat bibir Haechan.

“Biar manis.”

Haechan tentu tidak bisa menahan kegemasannya, dielusnya rambut Somi dengan lembut lali ia tarik dagu gadis itu untuk kembali menyatukan bibir mereka.

“Cantikku yang selalu jadi obat paling mujarab.”