Ran;

Side

#Side story from sunflower

Setahun pertama pernikahan tak banyak yang membuat Harsa terkejut perihal hal-hal yang belum ia ketahui tentang sang istri, meski banyak hal yang baru ia ketahui bagaimana akhirnya buruk-buruknya wanita yang ia cintai itu terlihat sepertinya bukan sesuatu yang membuatnya kaget. Toh dari awal mengenal Raline, wanitanya itu memang penuh dengan keajaiban dan perilaku di luar nalar. Harsa sudah hafal, sudah maklum dan sudah menerimanya.

Raline mungkin memang tidak termasuk dalam satupun list perempuan yang masuk kriteria idaman bagi Harsa, tapi Raline adalah orang yang mampu Harsa toleransi semua kekurangannya. Dan paling ia syukuri semua kelebihan yang dipunya, kelebihan energi misalnya.

Pada akhirnya setiap dari kita nantinya akan bersama dengan siapa yang mampu kita terima segala aspek baik buruknya, bukan lagi perihal memenuhi kriteria.

Dan Raline adalah satu-satunya orang dengan setumpuk kekurangan yang tetap Harsa mau untuk hidup bersamanya.

Ia suka direpotkan wanita itu, ia suka tiap kali Raline merecoki hidupnya. Ia suka bagaimana Raline berceloteh panjang setiap harinya. Ia suka menyaksikan keajaiban-keajaiban tingkah perempuan itu tiap detiknya. Ya intinya apapun tentang Raline akan selalu Harsa sukai.

Tipikal bucin.

2 tahun pernikahan mereka Harsa masih saja jatuh cinta setiap harinya, bahkan hanya dengan melihat Raline bangun tidur dengan mengucek mata saja Harsa jatuh cinta. Ndlosor terjungkal geblak dengan bagaimana cantiknya Raline di matanya.

Harsa akan selalu menatap Raline sempurna meski banyak yang bilang perempuan itu banyak kurangnya. Bagi Harsa hanya bersama Raline saja sudah cukup untuk hidup, meski menurut banyak orang tak lengkap tanpa hadirnya buah hati.

Untuk apa buah hati? Jika membicarakan nya saja membuat wanitanya bersedih hati.

Harsa akan selalu menghindari pembicaraan itu dimanapun dan kapanpun demi menjaga air mata berharga istrinya agar tidak lagi terjatuh sia-sia.

“Kamu pingin punya anak gak sih?”

“Aku pingin punya kamu selamanya.” Suatu hari percakapan singkat mereka di dalam kamar, yang tentu saja berakhir dengan pelukan Harsa paling hangat.

Harsa tidak pernah mempermasalahkan keputusan Raline untuk menunda kehamilan sampai ia merasa siap. Harsa juga tidak pernah bertanya kapan wanitanya akan merasa siap. Menurutnya asal hidup masih bersama Raline, maka dunia akan baik-baik saja.

Suatu pagi sepulang menunaikan kewajiban pekerjaan dari Australia Harsa bergegas menuju kamarnya, hendak memeluk sang istri tercinta yang sudah hampir 4 hari tidak ia jumpai kecupannya.

Tapi rupanya Harsa harus menahan rindu begitu pujaan hatinya itu menolak ia peluk dengan alasan, “IH KAMU BAU GAK USAH PELUK-PELUK!”

Harsa akui ia memang sedikit berkeringat, dan belum membersihkan diri memang tapi Raline biasanya akan dengan senang hati berlari kepelukannya tak peduli sekebas apa tubuhnya.

Keningnya mengerut dengan tanya begitu selesai mandi tapi Raline justru memarahinya, “SIAPA NYURUH KAMU PAKE SABUN ITU? BAUNYA GAK ENAK BANGET!”

“Hey sayang,” suranya melembut berusaha menaklukkan singa betina yang baru saja ia usik dengan kesalahan yang tak ia sadari apa “aku ada salah ya?”

“AKU GAK SUKA BAU KAMU!” Raline beranjak pergi meninggalkan nya begitu saja, membuat nya kebingungan sendiri dan kembali ke kamar mandi untuk mengulang ritual membersihkan diri.

Seharian Harsa memikirkan keanehan yang sedang terjadi pada istrinya, tak mau di sentuh, tak mau ia dekati bahkan kini tak mau satu meja makan dengan nya. Hal yang membuat Harsa justru takut, apakah Raline sudah tidak mencintainya?

Lamunan Harsa di depan televisi ruanh tengahnya terintrupsi oleh hadirnya sang ipar kesayangan, “ih istri abang aneh banget sumpah!”

“Masa marah-marah karena ayam goreng yang Sabil bawa dari rumah gak kayak ayam goreng bi asih?” Sabil duduk disebelah kakak iparnya, mengadukan kejengkelannya terhadap sang kakak.

“Padahal tadi siang yang telpon mami minta di bawain ayam goreng dari rumah dia, eh malah minta rasa ayam goreng bi asih. Ya kalo gitu mah tinggal minta bi asih sendiri aja.”

Harsa kini menatap sang ipar, “Pas abang pergi kakakmu ada aneh-aneh gak?”

“Ya dia tiap hari juga aneh atuhlah bang”

“iya sih, tapi hari ini aneh banget.” Sabil kini juga ikut berpikir, kembali mengingat apa saja yang dilakukan sang kakak 4 hari terakhir.

“oh sabil inget!” Harsa menoleh siap mendengarkan dengan seksama cerita yamg di bawa iparnya itu, “Kemarin kakak minta Mr. Andy manjat pohon cemara tetangga di depan komplek tau, mana sambil marah-marah.”

“Hah? Ngapain?”

“ya gatau, istri abang kan emang aneh.”

“Terus gimana?”

“Kata mami kayaknya lagi ngisi tapi kakak malah tambah ngomel gak jelas terus ngambek dan pulang”

“Ngisi apa?”

“Ngisi bayi lah, hamil bang.”

Harsa tertegun sejenak sebelum ia menyadari sesuatu, “kakakmu masih KB.”

“aduh padahal Sabil udah seneng kirain mau punya ponakan.”

Sepeninggal adik iparnya Harsa bergegas memasuki kamarnya, dilihatnya Raline yang sedang terkikik menonton drama korea di laptopnya. Perlahan ia hampiri, tapi selangkah lagi di dekat Raline ia justru di lempar sebuah bantal, “KAMU UDAH MANDI BELUM SIH?”

“Ya tuhan, aku udah mandi 4 kali hari ini.”

“Bau nya aku gak kuat.”

“Aku panggil dokter ya?”

“KAMU KIRA AKU SAKIT?”

“Aku gatau kamu kenapa, mungkin indera penciuman kamu lagi sensitif dan perlu pemeriksaan?”

Pertanyaan Harsa justru membuatnya harus tidur diluar kamarnya sendiri malam itu. Dan berakhir dengan seharian penuh Raline tidak menyapanya.

Satu-satunya cara adalah dengan memanggil mama mertuanya, ia tak lagi sanggup menghadapi tingkah Raline yang aneh dari biasanya.

Mami Miya datang dengan beberapa alat tes kehamilan, “Tapi mi Raline masih pake KB kok”

“Eh ya di cek dulu kan siapa tau kebobolan.”

Harsa hanya mengangguk patuh, tak berani mengikuti ibu mertuanya menghampiri Raline di depan televisi yang asyik menonton acara gosip.

Yang terjadi persis seperti dugaan Harsa, istrinya mengomel begitu sang mami memintanya untuk melakukan tes kehamilan. Tapi bagaimanapun Raline akhirnya berhasil Mami Miya paksa untuk melakukannya.

Harsa merasa begitu berdebar menunggu Raline keluar dari kamar mandi, begitu pintu terbuka ia ikut berdiri tak sabar melihat hasil yang akan istrinya bawa.

“Gimana-gimana?” Tanya antusias sang mami, Raline tidak menjawab tapi menjulurkan 4 alat tes yang ia bawa.

Semuanya positif.

Mami miya meloncat gembira lalu memeluk putrinya, persis seperti dugaan nya ia akan segera menimang cucu. Respon yang berbeda dengan Harsa yang kini hanya mampu mematung, ia memegang beberapa tespek itu dengan perasaan yang tak lagi bisa di deskripsikan dengan kata.

Harsa membalikkan tubuhnya membelakangi dua wanita yang kini berpelukan riang itu, dihapusnya bulir yang tak kuasa ia tahan agar tak menetes. Dadanya bergemuruh, memuncakan buncah bahagia yang ingin ia ledakkan dengan tangis biru.

Dua menit kemudian ia baru berani berbalik menatap istrinya, Raline rupannya menunggu respon laki-laki favoritnya itu “aku boleh peluk?” tanya Harsa dengan begitu lembutnya.

Begitu mendapat anggukan dari Raline ia langsung menarik calon ibu dari anak-anaknya itu kedalam pelukan lebarnya. Memeluk begitu erat dengan membisikkan ucapan terimakasih sebanyak yang ia mampu.

Sayangnya pelukan mereka tak bisa bertahan lima menit saja, “kamu bauuuu!”