— Pertemuan.
Harsa sebenarnya malas untuk pergi malam ini, ia ingin menghabiskan jatah libur bulanannya kali ini dengan bermalas-malasan saja di asrama. Tapi paksaan teman-teman sebayanya tidak bisa ia tolak, 5:1 Harsa akan selalu kalah. Ingat kelompok mereka adalah yang paling buruk dalam memaksa orang, menyeramkan kata para member tertua.
Padahal sore tadi saat Jenan mengiriminya pesan tentang pertemuan malam ini, Harsa sudah memberikan alasan sedang ada latihan, menjelang album baru yang akan di rilis bulan depan.
Ini adalah pertemuan rutin, agenda yang di lakukan setiap bulan oleh Harsa dan teman-teman sebayanya. Tidak wajib sih, tapi memang kebanyakan dari mereka berusaha untuk datang. Hanya sekedar bermain dan menikmati hidup, sejenak melupakan siapa mereka di industri hiburan yang kejam ini.
Pertemuan biasa di lakukan cafe keluarga salah satu dari mereka, sebisa mungkin kerahasiaan pertemuan itu di jaga, enggan di ketahui publik. Apalagi para penguntit sialan yang sering memata-matai mereka.
Menjadi idola besar itu penuh resiko, seluruh hidup akan di amati publik sedetail mungkin. Tak ada lagi namanya privasi, kadang membuat lelah tapi Harsa sudah tau dari awal konsekuensinya, toh apa yang ia korbankan perlahan kini terbayar.
Harsa telah mengorbankan masa kecilnya untuk menjalani pelatihan, tidak ada bermain dan mencoba hal-hal baru seperti masa pertumbuhan anak-anak lain, dari bangun sampai tidur lagi yang ia tau hanya menari-menyanyi-menari-menyanyi dan bagaimana cara memuaskan penggemar di depan kamera.
Sudah dari lama itu menjadi hidupnya, sekarang sudah begitu terbiasa.
Harsa kehilangan banyak momen yang harusnya di dapat anak seusianya dulu, seperti bolos di jam pelajaran? Atau pencarian jati diri yang tentu saja dengan mencoba beberapa kenakalan remaja. Oh! Atau bagaimana rasanya jatuh cinta saat remaja, hal yang menggelikan dan menyanangkan sekaligus.
Harsa pernah mengalaminya tidak ya? Cinta monyet remaja kan alamiah, normal bagi setiap orang mengalaminya.
Mari kembali membahas pertemuan!
Harsa dan teman-temannya datang lebih akhir dari biasanya, maklum ada drama pemaksaan dulu tadi di asrama. Kali ini yang datang tidak sebanyak biasanya, tapi lumayan ramai. Mungkin beberapa dari mereka sibuk mempersiapkan pertunjukan akhir tahun. Pertunjukan mewah yang selalu di nanti setiap penggemar mereka.
Memasuki cafe mereka berenam di sambut oleh Dewantara dan beberapa lainnya yang berada di dekat pintu. Mereka menyusun meja dan kursi dengan melingkar, rupanya tengah bermain domino.
Di meja-meja lain semua orang punya kesibukan masing-masing, ada yang menyalakan tembakaunya dengan segelas amer, ada yang bermain catur. Ada juga yang berbagi 'teh' panasa industri ini.
Dewa bercengkrama dengan Juan dan Iyan. Mereka memang lumayan dekat, sering makan bersama di resto keluarga Leon. Dewa dan Harsa sebenarnya juga dekat, tapi tidak lebih dekat dari keduanya.
Jenoah sudah melipir ke tempat Jerico, si kembaran beda grupnya itu. Biasalah membahas pesona masing-masing, bagaimana cara memikat wanita. Ck, bibit buaya!
Begitupun dengan Tara yang langsung bergabung dengan para penari terbaik disini, membahas teknik-teknik tarian yang baru saja mereka pelajari. Atau bertukar keahlian.
Kalau Nalapraya jangan di tanya, ia sudah bergabung dengan meja yang dominan perempuan, siap melebarkan telinganya menerima teh panas malam ini.
“ Jenan mana?” tanya Harsa.
Dewa menunjuk gerumbulan di belakang, “ Noh lagi ngegosip sama ciwi-ciwi kayaknya.”
“ Gue ke Jenan dulu ya, mau nagih utang.” Itu hanya kelakaran Harsa, sudah biasa dia bercanda seperti ini.
Tapi ketika lebih dekat dengan meja Jenan Harsa mengurungkan niatnya, meja itu terlalu ramai. Ada Jenan, Anji, Felix, dan Apin. Kalau tidak salah harusnya ada 4 perempuan disana, Lala, Fajira bersama Catherine dan Selena yang baru akrab dengan keduanya. Tapi mata Harsa menangkap satu perempuan lagi, tidak mungkin Radine disana. Kalau itu Radine, Nala akan sudah di pastikan bergelayutan disana.
Oh sepertinya Harsa lebih baik tidak bergabung dengan meja itu sekarang.
Ia akhirnya melipir ke meja Sanud di ujung ruangan, ikut menyalakan tembakaunya. Menghisap candu itu, lalu mengeluarkan asapnya. Sedikit membantu untuk mengurangi stressnya, ya meskipun ia tau paru-parunya akan bermasalah.
Tak apa ia hanya sesekali memakainya.
Tiba-tiba saja Jenan berteriak memanggilnya, “ WOYY HAR BAYAR UTANG SINI!”
Ya begitulah cara Jenan dan Harsa saling bercanda, Harsa terkekeh mendengarnya ia mengangkat batang rokoknya yang tinggal beberapa hisapan lagi. Pertanda ia akan kesana sebentar lagi.
Rupanya komposisi meja Jenan telah berubah, Lala sudah tidak lagi di sana. Gadis itu menghampiri Juan yang tengah seru bermain Jenga. Catherine juga sudah pergi ke meja yang hanya berisi perempuan. Ya membahas fashion mungkin?
Nala juga terlihat duduk disana, memakan brownies buatan Felix. Ketika Harsa datang kursi yang tersisa adalah di samping Selena, yang mana sisi lain Selena telah di duduki oleh Raline Nadindra.
Entahlah bagaimana gadis itu bisa ikut di pertemuan ini, padahal mereka tidak lahir di tahun yang sama. Harsa tidak tau, dan hmm sedikit tidak mau tau.
“ Ey Sel, dateng sama siapa lo?” tanya Harsa sekedar basa-basi, biasanya Selena dan Catherine datang bersama Harsa dkk memang.
“ Nih samping gue, tadi abis main terus mau ikut ada perlu sama Dewa katanya.” Selena menggerakkan bahunya sebelah kanan, bermaksud menunjuk Raline.
Harsa hanya menganggukkan kepalanya. Bibirnya membentuk huruf O tanpa suara.
“ Spa downg Hwar, ittu sebwelah sweenah!” Nala berbicara tidak jelas dengan mulutnya yang masih penuh makanan, ia bahkan masih mengunyah.
“ Ngomong apa sih lo nyet!?” Kesal Harsa.
“ Ituloh Har, yang di sebelah Selana juga di sapa dong.”
“ NAH!” Nala menjentikkan jarinya ketika ucapannya tadi di terjemahkan oleh Fajira.
Harsa menghela nafasnya, sementara Raline melotot tajam ke arah Fajira.
Sedetik kemudian Harsa menolehkan kepalanya ke arah samping Selena, bermaksud menatap lawan bicaranya,
“ Halo Raline, apa kabar?”
Dan tentu saja sapaan itu di sambut sorakan yang ada disana, membuat semua yang hadir ikut mengalihkan perhatian mereka pada Harsa dan Raline yang begitu canggung saling bertatapan.